Bertemu Padewakang, ’’Ibu Kandung’’ Pinisi, di Belgia

Dengan tinggi tiang layar yang mencapai 35 meter, tidak mungkin memajang pinisi di Museum La Boverie. Sedangkan sandeq diputuskan tidak jadi karena dinilai kurang wah.

Akhirnya, diputuskan yang dibawa adalah kapal padewakang. ’’Padewakang itu berjaya pada abad ke-15 sampai ke-18, sedangkan pinisi lahir pada abad ke-19. Relief kapal yang di Borobudur yang selama ini diidentikkan dengan pinisi itu sebenarnya padewakang,’’ jelas Liebner yang telah 30 tahun meneliti kapal.

Usman mengingat, keluarganya mendapat pesanan pengerjaan padewakang pada April 2016. Tapi, baru beberapa bulan kemudian proses pembuatannya benar-benar dimulai.

Memasuki Ramadan lalu, pengerjaannya sebenarnya sudah mencapai 80 persen. Tapi, setelah itu kapal yang nyaris jadi harus diprotoli seperti semula. Kemudian dikemas untuk dikirim ke Belgia.

Usman yang turut sang ayah mengerjakan padewakang pada 1987 harus mengecek dengan teliti satu per satu bagian kapal itu. Hingga ke yang terkecil.

Kayu yang digunakan adalah kayu khas Sulawesi Selatan bernama bitti (Vitex cofassus). Total ada 400 potong kayu dan lebih dari seribu pasak yang harus dirangkai menjadi satu unit kapal padewakang.

Selain itu, ada lonjoran bambu untuk memasang layar. Keseluruhan bobot kayu dan bambu untuk membuat kapal mencapai 3 ton. Dikirim langsung dari Bulukumba, Sulawesi Selatan, ke Belgia.

Untuk mengerjakannya di Belgia, selain Usman dan dua saudaranya tadi, salah seorang tetangga membantu mereka. Liebner bertindak sebagai konsultan. Sedangkan seorang rekan kerja perempuan lainnya bertugas khusus memasak.

’’Kami tidak cocok makanan Belgia. Untung bawa beras, meski tidak banyak,’’ ungkap Usman.

Tiba di Belgia pada 10 Oktober lalu, mereka hanya beristirahat sehari. Sesudahnya langsung mengebut perakitan kapal.

’’Sebenarnya kami ingin bekerja lembur sampai malam agar cepat selesai. Tapi, pihak museum hanya mengizinkan sampai pukul 5 sore (waktu Liege),’’ kata ayah dua anak itu.

Padewakang yang dipamerkan di Belgia berdimensi panjang 13 meter; lebar 4 meter; tinggi lambung 1,5 meter; dan tinggi layar 5 meter. Dari sisi panjangnya, panjang kapal dua kali lipat dari panjang di awal kemunculan kapal yang dulu disebut pajala itu.

Tinggalkan Balasan