Menonjolkan Heritage Tanah Air

Dosen arkeologi UGM itu begitu bahagia ketika konsep leluhur yang dipresentasikannya akhirnya disetujui tim Europalia. Proses selanjutnya, diskusi sambil menyiapkan materi atau bahan pameran yang berlangsung sampai setahun.

Di antaranya, berkoordinasi dengan Museum Nasional, Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) di sejumlah daerah, hingga beberapa museum daerah. Selain itu, muncul usul supaya bukan hanya leluhur, tetapi juga dilengkapi dengan ritual. Sebab, keduanya tidak bisa dipisahkan.

Pria kelahiran Klaten, 24 Juli 1959, itu menegaskan, koleksi yang dipamerkan harus asli. Tidak boleh replika. Dan, belum pernah diumbar dalam berbagai pameran serta memiliki kecocokan yang kuat dengan temanya.

Total koleksi yang dipamerkan mencapai 150 item. Koleksi terbanyak berasal dari Museum Nasional. Selain itu, ada koleksi museum-museum daerah seperti dari Pontianak, Jogjakarta, dan Palembang.

Tantangan terberat adalah tidak dapat izin membawa simbol leluhur dan alat-alat ritual koleksi museum. Misalnya, saat dia bermaksud menyertakan gentong perunggu dan patung koleksi Museum Negeri Denpasar.

Begitu pula dengan mejan, patung leluhur orang Batak yang berwujud orang naik kuda, yang juga tidak bisa dibawa ke Belgia. ’’Padahal, sudah sampai di Jakarta,’’ ujar pria yang ikut menguratori Museum Purbakala Sangiran itu.

Ternyata, setelah diperiksa sebelum pengemasan, koleksi mejan tersebut dikhawatirkan rusak. Sehingga diputuskan tidak boleh dibawa. Kalau sudah demikian, bapak dua anak itu pun harus memutar otak untuk mencari koleksi lain yang nilainya tidak kalah kuat.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengapresiasi kerja Daud dan tim. Dia menjelaskan, pameran utama tentang leluhur dan ritual bukan ditujukan untuk menyampaikan sesuatu yang bersifat magis, kuno, atau primitif. ’’Tetapi, justru menjadi sarana untuk menunjukkan kearifan lokal masyarakat Indonesia,’’ ungkapnya.

Pameran Ancestors & Rituals terdiri atas tiga segmen. Zaman prasejarah, zaman Hindu-Buddha, hingga zaman Islam, kolonialisme, dan kemerdekaan. Untuk memberikan kesan modern dan tidak membosankan, ditempatkan proyektor untuk menonton film tentang leluhur dan ritual di Indonesia. Supaya tetap berkesan klasik, layarnya menggunakan anyaman bambu. Pameran itu berlangsung sampai 14 Januari 2018.

Tinggalkan Balasan