TKW Asal Kabupaten Bandung, Pergi Lewat Cianjur

jabarekspres.com, PASEH – Sebanyak 50 orang eks Tenaga Kerja Wanita (TKW) korban Human Traficking yang berada di Desa Cipaku, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, berbagi cerita dan pengalamannya kepada P2TP2 Kabupaten Bandung.

Kabid Perlindungan Perempuan P2TP2 Kabupaten Bandung Teti Rusmaharani mengatakan, dari para TKW tersebut lima diantaranya pernah menjadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual dan tidak mendapatkan gaji.

Selain itu, ada juga keluarga TKW yang menceritakan keponakannya yang kini masih menjadi TKW di Arab ingin pulang ke Indonesia, stres karena terancam menjadi korban kekerasan seksual.

Teti menuturkan, dari pengakuan para eks TKW ternyata untuk bekerja di luar negeri pihaknya telah dikelabui, karena mereka menggunakan KTP diluar Kabupaten Bandung.

“Mereka (para TKW) ini berangkat kebanyakan datanya berangkat di Kabupaten Cianjur atau berangkat di luar Kabupaten Bandung,” tutur Teti ketika ditemui kemarin (29/9)

Dari kondisi tersebut, tidak sedikit para TKW mengalami loss Contact . Sehingga, cara tersebut mengakibatkan tidak ada pengawasan terhadap para TKW yang hendak berangkat bekerja di luar negeri itu.

Teti mengungkapkan para TKW yang ditemuinya di Kecamatan Paseh berangkat dari Kabupaten Cianjur. Jadi pihaknya tidak memiliki data-data para TKW yang hendak bekerja ke luar negeri.

“Miris sekali, mereka memilih berangkat dari kabupaten lain karena kami ketat. Pada saat orang mau berangkat ditanya oleh Disnaker, mau kerja dimana? Sebagai apa? Dan punya keahlian apa? Akhirnya mereka nekat perginya diluar kabupaten,” ungkapnya.

Menurutnya, untuk menempuh prosedur perizinan untuk bekerja menjadi TKW yang sangat ketat, sehingga para sponsor nakal itu menarik para pekerja keluar daerah Kabupaten Bandung untuk dibuatkan perijinan bodong.

Oleh karena itu, Teti lebih terperangah ketika mendengar kesaksian seorang penyalur TKW atau disebut sponsor yang mengambil dua kali gaji para TKW.

“Kalau misalkan PRT memiliki gaji Rp 6 juta, berarti sponsor dapat Rp 12 juta,” ucapnya.

Dari hasil pertemuan tersebut, Teti mendapat banyak keluhan dari mulai ketidak jelasan gaji, jam kerja, kepulangan TKW ke Indonesia, kesehatan tidak dijamin, kekerasan fisik dan mengarah pada kekerasan seksual.

Tinggalkan Balasan