jabarekspres.com, CIREBON – Pengakuan ketua DPD Golkar Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi diminta mahar Rp10 miliar agar dapat surat rekomendasi maju ke Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018, cukup mengejutkan. Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Dave Laksono mengatakan tindakan tersebut dapat merusak sistem partai.
Menurut Dave, jika keterangan Dedi benar, maka itu sangat disayangkan. Selain merusak sistem partai, hal itu juga menyuburkan praktik korupsi di internal partai.
”Tidak menutup kemungkinan hal tersebut bakal berdampak pada hilang kecintaan masyarakat kepada partai,” ungkap Dave kepada Radar Cirebon (Jabar Ekspres Group).
”Dan bisa jadi, Golkar bukan lagi menjadi pusat penyampaian aspirasi,” sambungnya.
Dia mengatakan sebaiknya oknum yang melakukan diberikan sanksi yang paling berat. ”Kalau menurut saya, cari siapa oknum tersebut. Pecat saja dan jangan dipakai lagi di kepengurusan Golkar,” tegas Dave.
Terkait keinginan Dedi ingin mengundurkan diri dari ketua DPD Partai Golkar Jabar, Dave mengatakan itu hanya kekecewaan sesaat. Dan dia yakin, akan ada jalan keluarnya.
Terkait pencalonan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jabar, Dave mengatakan, jika melalui proses yang benar, dan terbaik untuk masyarakat dan Partai Golkar, kenapa tidak. ”Tapi, jangan main potong kompas dan tidak mengindahkan aturan yang sudah kita buat,” tambah Dave.
Dia menegaskan, jangan sampai dukungan dan pencalonan dari Golkar itu diperdagangkan. Golkar adalah partai ideologis yang bertujuan untuk berkarya demi bangsa dan negara. Bukan tempat untuk mengeruk kekayaan pribadi.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi ‘curhat’ tentang permintaan mahar politik itu dihadapan ratusan kader yang datang ke kantor DPD I Golkar Jabar di Bandung. Dia cerita tentang orang yang meneleponnya.
”Dengan tegas dia katakan, ‘kalau Anda tidak kasih Rp10 miliar, jangan menyesal Anda tidak dapat apa-apa,”’ kata Dedi menirukan perkataan si penelepon.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Golkar Cimahi Ali Hasan mengaku surat keputusan pengesahan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat yang sempat beredar adalah surat asli bukan bodong. Tapi, karena belum diparaf oleh semua tim, maka surat tersebut tidak sah dan belum bisa dikeluarkan.