Tidak Dibuat dalam Jumlah Banyak
Terbuat dari bambu, rasendriya menggabungkan alat musik petik, tiup, dan pukul. Berkat instrumen ciptaannya itu, Rizal Abdulhadi bisa melahirkan album, jadi satu-satunya wakil Indonesia ke Kongres Bambu Dunia, dan menyebarkan pesan lingkungan.
SAHRUL YUNIZAR, Gianyar
DALAM waktu dekat, lima negara Asia sudah menunggu Rizal Abdulhadi. Dimulai dari Malaysia, lanjut ke India, lalu Thailand, Singapura, dan Filipina.
Dalam kurun lima pekan itu, dia tak hanya tampil di festival. Musisi folk alias musik rakyat tersebut juga dijadwalkan mengadakan workshop. ”Membagi ilmu soal bambu,” katanya.
Kalau dikalkulasi, dalam lima tahun terakhir, sudah puluhan negara dia kunjungi. Di berbagai benua.
Begitu pula di dalam negeri. Kecuali Papua, semua pulau-pulau besar telah dia singgahi.
Entah untuk tampil, berkolaborasi dengan musisi setempat, atau ya itu tadi, membagi ilmu soal bambu.
Ya, bambu. Dari bahan itulah Rizal menciptakan rasendriya lima tahun silam. Itulah alat musik yang menggabungkan tiga instrumen: gitar, didgeridoo atau celempung, dan perkusi mini.
”Ketiganya mewakili alat musik petik, tiup, dan pukul,” tutur Riza sembari memainkan rasendriya di kediamannya di Petulu, Ubud, Gianyar.
Kamis siang dua pekan lalu (24/8) itu dia tengah menyetel rasendriya. Sebab, esoknya (25/8) alat musik tersebut dia pakai untuk pentas. ”Satu senarnya putus,” ucapnya.
Rasendriya lahir dari proses yang tidak sebentar. Juga tidak mudah. Bermula dari Majalengka, Jawa Barat, tanah kelahiran Rizal, yang memperkenalkannya dengan musik kontemporer.
Persisnya, dia belajar dari komunitas musik Konser Kampung Jatitujuh yang bermarkas di Desa Jatitujuh. Pengetahuan musiknya bertambah. Dia mengetahui bahwa instrumen musik kontemporer bisa dipadukan dengan alat musik lain. Cocok untuk dibuat kolaborasi. Sehingga melahirkan karya luar biasa. Proses selanjutnya membawa dia dalam perjalanan dari Bandung, tempatnya berkuliah sebelum kemudian drop out ke Lombok, tempat musisi idolanya, Ari Julian, berada. Hanya bermodal gitar akustik pemberian seniman asal Bandung, Herry Dim.