jabarekspres.com, BANDUNG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat memanggil lima unit perwakilan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ini dilakukan untuk mengonfirmasi kebocoran dana hingga Rp 36 miliar akibatkan penggadaian sertifikasi guru yang dipalsukan.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat Sarwono mengaku, telah memanggil satu unit perwakilan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang terlibat kebocoran dana tersebut. Sedangkan, empat hingga lima BPR lainnya akan dipanggil hari ini (11/8).
”Kami sudah panggil satu BPR, besok kami akan kembali panggil empat sampai lima BPR yang ada hubungannya dengan kasus ini. Namun, dalam kontek pengawasan, karena untuk kasus pidana dugaan tindakan yang melawan hukum sedang ditangani oleh pihak Polda Jabar,” kata Sarwono kepada Jabar Ekspres, kemarin (10/8).
Sarwono mengungkapkan, pertama kali pihaknya mengetahui hal ini, dari informasi dari Polda Jabar bahwa adanya kebocoran BPR Jawa Barat sebanyak Rp 36 miliar. OJK langsung mendalami apa yang terjadi di sejumlah BPR dalam kontek pengawasan.
”Kami sedang meneliti pelaksanaan pemberian kredit dari awal sampai proses pemberian angsuran. Sebab, kredit yang diberikan kepada guru-guru di Jawa Barat, umumnya di wilayah Kabupaten Bandung,” ungkapnya.
Secara umum, lanjut Sarwono, pihaknya sudah menemukan hal yang sama dan sudah memberitahukan kepada manager BPR untuk memperbaiki kualitas pemberian kreditnya yang aman, prudent dan tidak melanggar aturan.
Salah satu persyaratan utama peminjaman harus sumber angsuran harus terjamin.
”Kita akan minta segera diperbaiki terhadap BPR lainnya yang berada di wilayah Regional 2 di Jawa Barat. Kita sedang teliti BPR mana saja yang tersangkut permasalahan ini,” ucapnya.
Saat ditanyai kenapa BPR hanya memberikan kredit kepada guru PNS dan enggan memberikan kepada UMKM, Sarwono menjelaskan, kredit yang diberikan kepada guru bersertifikat/sertifikasi, bisa jadi sumber jamiman pembayaran. Sebab, mereka terjamin karena ada bantuan dana dari pemerintah.
Menurut dia, para oknum guru tersebut diduga sengaja menduplikasi agunan sertifikasi agar bisa memperoleh dana dari BPR lainnya. Sebab, yang sertifikasi asli sudah digadai.
”Sehingga oknum guru itu sudah mendapatkan pembiayaan dari satu bank yang sudah memberikan, kemudian mendapatkan kembali dari BPR yang lainnya,” jelasnya.