jabarekspres.com, BANDUNG – Pasca runyamnya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sejumlah orangtua siswa SMK negeri di Depok mengeluhkan adanya sejumlah pungutan dari pihak sekolah. Pungutan tersebut dinilai memberatkan, karena menekankan aturan berlebihan dan tidak konsisten dengan semangat keadilan pendidikan.
Salah seorang orangtua yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan, banyak kalangan orangtua yang merasa keberatan dengan aturan sekolah. Sebab, para orangtua disodori aturan pembelian sejumlah perangkat sekolah. ”Di antaranya wajib membeli tujuh setel seragam pada siswa baru,” kata dia kepada Jabar Ekspres, kemarin (26/7).
Dia mengatakan, kebutuhan seragam sekolah tidak harus sebanyak itu dengan nilai Rp 1.950.000. Sebab, siswa tidak harus selalu setiap hari ganti seragam.
”Banyak orangtua mengeluh. Masa Senin bajunya ini, Selasa ganti, dan tiap hari ganti. Bagi saya tidak efektif,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, dia juga mengungkapkan, pihak sekolah juga meminta pungutan lain. Salah satunya pembangunan lahan parkir. ”Dan itu disampaikan di rapat ketika daftar ulang. Orangtua seperti ditodong, sebab tidak mengeluarkan surat resmi,” tandasnya.
”Dan saya kalkulasikan, harga satu seragam di toko juga tidak semahal itu. Rp 120 ribu juga sudah bisa mendapatkan bahan yang bagus,” sambungnya.
Dia menegaskan, pola tersebut tidak transparan. Sebab, orangtua tidak diberitahu dari awal seperti halnya pendaftaran di sekolah swasta. Mulai dari berapa biaya pendaftaran, biaya SPP dan risiko ketika menggagalkan pendaftaran sudah disosialisasikan.
”Yang juga aneh, aturan itu juga tidak baku, seperti coba-coba. Biaya SPP untuk kami Rp 400 ribu per bulan, ketika diprotes akhirnya turun jadi Rp 300 ribu per bulan. Kan aneh, seperti tidak memiliki ketentuan standar,” urainya sambil menambahkan orangtua dari jalur afirmasi juga dibebankan biaya SPP.
Sementara itu, Kepala Bidang SMK Dinas Pendidikan Jawa Barat DR Dodin R Nuryadin mengatakan, Disdik Jawa Barat belum bisa sepenuhnya memberikan dana operasional kepada seluruh SMK yang ada di Jawa Barat. Dampaknya, di daerah masih banyak pihak sekolah yang meminta sumbangan.
”Dengan catatan, sumbangan tersebut harus sesuai dengan undang-undang yang ada. Dan itu diperbolehkan,” ungkap Dodin kepada Jabar Ekspres, kemarin.