Jabar Belum Siap, Sekolah 5 Hari Ancam Kelangsungan Diniyah Takmiliyah

Di Kota Bandung, kata dia, penerapan lima hari sekolah bisa dilaksanakan karena anak memungkinkan pulang sore. Sementara itu, jika di Kabupaten Bandung sore hari anak-anak sudah ada yang pulang untuk melanjutkan belajar di pendidikan non-formal/mengaji.

Dia menuturkan, sebenarnya pelaksanaan Sekolah 5 Hari di Kabupaten Bandung sudah berjalan melalui instruksi Bupati Bandung Dadang M. Naser beberapa tahun lalu. Saat ini yang perlu ditingkatkan adalah menyajikan proses belajar mengajar yang lebih membuat anak betah dan tidak jenuh seperti ada kegiatan berolahraga, musik, kegiatan keagamaan.

Juhana menegaskan, jika rencana kebijakan tersebut dilaksanakan maka akan ada banyak perubahan yang terjadi dan diharapkan siswa sekolah bisa mengikuti perubahan yang berlangsung. Dirinya juga menambahkan, jika lima hari sekolah adalah full day school maka pihaknya sudah menjalankan hal tersebut melalui perbup nomor 7 tahun 2010 tentang Diniyah Takmiliyah.

”Kabupaten Bandung sudah memberlakukan Perbup nomor 7 tahun 2010 tentang Diniyah Takmiliyah. Di mana terdapat kewajiban siswa seusai pulang sekolah harus mengikuti kegiatan pasantren. Itulah sistem full day school yang selama ini sudah diterapkan di kabupaten Bandung,” tandasnya.

Sementara itu, DPRD Kabupaten Bandung Barat pun menolak program sekolah 5 hari. Menurut Wakil DPRD Kabupaten Bandung Barat Samsul Maarif, kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud tersebut bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2009 tentang wajib belajar Pendidikan Keagamaan atau Diniyah Takmiliyah Awaliyah bagi jenjang pendidikan dasar SD/MI setelah pulang sekolah.

”Kalau lama di sekolah, kapan mereka akan mengaji. Jelas ini bertentangan dengan Perda dan kami akan mengirimkan surat ke DPR RI atas penolakan ini,” kata Samsul.

Samsul memandang, kebijakan tersebut terlalu bersifat sentralistik tanpa mengidahkan kondisi di daerah-daerah. Menurut dia, tidak semua daerah cocok menerapkan kebijakan seperti itu.

”Kebijakan itu tanpa melihat kondisi di daerah seperti apa kondisi geografisnya, infrastruktur, kearifan lokalnya dan kondisi lainnya, apakah sudah memadai. Jangan sampai diterapkan begitu saja,” ujarnya.

Samsul menuturkan, program full day school sebenarnya sudah diakomodir oleh program pendidikan yang telah ditetapkan di daerah-daerah melalui Peraturan Daerah. Selain itu, lanjut Samsul, anak-anak juga tidak melulu harus belajar di sekolah. Mereka juga butuh ruang untuk bermain dengan teman-temannnya dan lingkungannya. ”Anak-anak butuh istirahat, dekat bersama orangtua, bukan malah lama-lama di sekolah,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan