Niam juga menyinggung soal aktivitas buzzer di medsos yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, gibah, dan hal lain yang sejenis sebagai profesi memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi. Berdasarkan fatwa tersebut, kegiatan itu hukumnya haram. ”Demikian juga orang yang menyuruh atau mendukung jasa dan orang yang memfasilitasinya, juga diharamkan,” tuturnya.
Dengan diterbitkannya fatwa tersebut, Maruf berharap baik pemerintah maupun DPR bisa mengadopsinya menjadi peraturan perundang-undangan agar ada tindak lanjutnya. Menurutnya, peraturan perundang-undangan merupakan bentuk ketegasan pemerintah untuk melawan aktivitas negatif di medsos.
Melalui peraturan itu juga, kata Maruf, ada upaya pemerintah untuk mengedukasi masyarakat. Apalagi dalam waktu dekat akan ada Pilkada dan Pilpres. ”Kalau tidak melakukan antisipasi sejak awal, kondisi bangsa dan negara bisa tambah parah. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama,” ungkapnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mendukung penuh dikeluarkannya fatwa tersebut. Menurutnya, fatwa tersebut bisa jadi acuan untuk peraturan perundang-undangan. Dia menuturkan, saat ini, pihaknya sedang merevisi PP 82/2012 tentang penyelenggaraan system dan transaksi elektronik.
”Ini (fatwa) seperti darah segar untuk peraturan perundang-undangan. Keluarnya fatwa ini jadi rujukan yang lebih luas untuk anggota panel untuk menentukan konten mana yang harus dibatasi atau ditutup aksesnya,” ungkapnya. (and/rie)