Sementara itu, menyambut masa PPDB tahun pelajaran 2017/2018, Kemendikbud menerbitan regulasi baru. Mekanisme penerimaan siswa baru kini diatur dalam Permendikbud 17/2017 tentang PPDB. Permendikbud ini mewajibkan penerapan sistem zonasi berbasis jarak tempat tinggal siswa dengan sekolah.
Terbitnya Permendikbud itu disambut baik oleh pihak sekolah. Diantaranya disampaikan Wakil Kepala SMAN 1 Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Mansur. ’’Selama mekanisme ini dikawal dengan baik, sekolah pasti merespon positif,’’ jelasnya kemarin (18/5). Salah satu regulasi penting di Permendikbud 17/2017 adalah, 90 persen kuota siswa baru diisi siswa yang berdomisili di radius zonasi terdekat. Aturan sistem zonasi ini dikecualikan untuk SMK.
Mansur mengatakan untuk jenjang SMA, di Lombok Barat menerapkan sistem zona per kecematan. Untungnya setiap kecamatan di Lombok Barat, minimal sudah ada satu unit SMA negeri. Dengan model zonasi yang baru itu, tidak akan ada lagi SMA negeri yang resah karena kesulitan mendapatkan siswa.
Dia mengakui sejumlah SMA negeri selama ini kesulitan mendapatkan siswa baru. Sebab dengan model pilihan bebas, siswa banyak berebut mendaftar di SMA negeri yang ada pusat Kabupaten Lombok Barat. Bahkan ada yang sampai melintas ke Kota Mataram. Sehingga sejumlah SMA negeri di kota Mataram rombongan belajaranya (rombel) gemuk atau lebih dari 36 siswa.
Nah, dengan sistem zonasi yang ada saat ini, siswa seperti ’’dikunci’’ ketka mendaftar. Misalnya siswa dari kecamatan pinggiran di Kabupaten Lombok Barat, pikir-pikir mendaftar ke tengah kota atau bahkan ke kota Mataram. Sebab jika lintas kecamatan atau keluar zonasi, masuk kuota yang sangat sedikit. Tidak sampai 10 persen.
Dia berharap Kemendikbud segera melakukan sosialisasi sistem zonasi tersebut. Sebab sampai saat ini, banyak kalangan yang masih meragukan aturan zonasi itu berjalan dengan baik. ’’Meskipun masing-masing pemda sudah menyampaikan siap menjatuhkan sanksi jika ada yang memanipulasi kuota,’’ jelasnya.
Koordinator Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan proses PPDB harus dikawal dengan baik. Dia mengatakan sistem zonasi cukup menarik. Apalagi disebutkan bahwa kuota zonasi minimal 90 persen. ’’Supaya tidak ada lagi siswa yang sekolah jauh dari tempat tinggalnya,’’ jelasnya. Selain aturan ini bisa mewujudkan pemerataan jumlah siswa antarsekolah.