jabarekspres.com, CIDADAP – Seorang guru tidak boleh membeda-bedakan cara mengajar siswanya. Apalagi, kepada siswa berkebutuhan khusus yang ikut belajar di sekolah regular.
Kepala Bidang Pendidikan Inklusif Dinas Pendidikan Kota Bandung Cucu Saputra mengungkapkan, pemerintah Kota Bandung terus berupaya menyetarakan pendidikan.
”Kita tahu semua bahwa Kota Bandung sudah dideklarasikan oleh wali kota beserta seluruh komponen masyarakat sebagai Kota Inklusif,” ujar Cucu pada Diklat Penguatan Kompetensi Guru Dalam Melayani Pembelajaran yang Ramah bagi Keberagaman Peserta Didik Jenjang SD dan SMP di Hotel Travello, Jalan Setiabudi, Kota Bandung, kemarin (9/5).
Ia menjelaskan, untuk implementasi di lapangan, bagaimana memberikan pemahaman kepada para pendidik dan tenaga kependidikan agar dalam mindset-nya juga memiliki filosofi inklusif.
”Substansinya adalah bahwa guru harus memberikan layanan yang berbeda atas berbagai keragaman yang ada di peserta didik. Artinya menggeser paradigma guru yang berfikir eksklusif menjadi inklusif menghargai adanya keragaman,” jelasnya.
Karena lanjut dia, keragaman ini adalah Indonesia, yang mempunyai jargon kebhinekaan. yang didalamnya memiliki keragaman agama, etnis, adat istiadat, keragaman ras, atau keragaman sosial ekonomi, atau keragaman karena potensi anak-anak.
”Jadi pendidikan inklusif tidak identik dengan anak penyandang disabilitas. Anak penyandang disabilitas adalah salah satu bagian dari keragaman itu. Dan Alhamdulillah ini tahun yang kedua pemerintah Kota Bandung melalui dinas pendidikan kota bandung memberikan pelatihan-pelatihan guru yang jumlahnya banyak di Kota Bandung mulai dari PAUD Dikmas, SD, dan SMP yang jumlahnya sembilan ribu,” tuturnya.
Pelatihan pendidikan inklusif terhadap guru tingkat SD maupun SMP sudah tahun kedua. Di tahun pertama pengenalan pendidikan inklusif, kata dia, telah mendiklat sebanyak 600 dan tahun ini sebanyak 100 guru SD.
Cucu berharap, dengan adanya pelatihan semacam ini dapat melahirkan sosok guru yang ramah terhadap keberagaman peserta didik.
”Kecendrungan fenomena sosial saat ini kan, guru bagaimana dia ditempatkannya. Jika dia ditenpatkan di sekolah yang banyak siswa pintarnya atau sekolah favorit maka ketika ditempatkan di sekolah biasa, maka siswa yang tidak pintar ditinggalkan,” ujarnya.