jabarekspres.com, BANDUNG – Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menutup 26 perusahaan investasi yang tak berizin alias bodong pada tahun ini.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing mengatakan, ke-26 perusahaan investasi bodong tersebut tidak mendapat izin operasi dari OJK karena berpotensi merugikan masyarakat.
Selain itu, menurut Tongam, masih ada 91 perusahaan investasi yang belum mendapat izin dan teridentifikasi berpotensi merugikan masyarakat.
”Kalau 26 perusahaan itu sudah jelas merugikan masyakat. Perusahaannya fiktif namun menghimpun dana dari masyakat. Untuk yang 91 perusahaan, kami masih melakukan kajian,” ujar Tongam usai Sosialisasi Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi di Kantor OJK Regional Jawa Barat Jalan Ir H Juanda, kemarin (27/6).
Dia menambahkan, selama empat bulan terakhir, pihaknya juga telah menerima sebanyak 400 aduan dari masyarakat terkait investasi bodong. Menurut dia, perusahaan menawarkan investasi di beberapa bidang. Mulai koperasi, forex, asuransi hingga perkebunan.
Investasi bodong, kata dia, sangat merugikan masyarakat. Sebab, dana yang disetor masyakat tidak akan kembali. Padahal, perusahaan mengiming-imingi bunga hingga 50 persen.
”Ini jelas tidak masuk akal, jika dibandingkan dengan acuan bunga deposito yang hanya enam persen per tahun. Mereka (perusahaan investasi bodong) rata-rata menawarkan bunga minimal 10 persen per bulan,” ujar dia.
Menurut dia, cara kerja perusahaan investasi bodong pun terbilang masif. Bahkan, nasabah korban investasi bodong bukan hanya berasal dari kalangan bawah, melainkan orang kaya dan terpelajar.
Para founder biasanya menawarkan investasi kepada pemilik modal dengan bunga yang besar. Pemilik modal biasanya tergiur dengan bunga besar yang dijanjikan. Sebab, biasanya peserta periode pertama memang akan mendapat keuntungan besar.
”Peserta pertama biasanya orang-orang pintar dan berduit. Mereka nanti dijadikan sebagai alat testimoni kalau perusahaan investasi yang didirikan betul-betul memberikan keuntungan besar. Namun, lama kelamaan, setelah pesertanya banyak, dana yang ditampungnya banyak, pemilik malah tidak bisa mengembalikan dana dan bunga,” paparnya.
Tongam menyebut, kasus seperti ini terjadi seperti di Pandawa Mandiri Group di Depok. Perusahan ini ini memiliki lebih dari 50 ribu nasabah. Sedangkan nasabah yang melaporkan Pandawa Mandiri Group mencapai sembilan ribu orang dengan perkiraan kerugian Rp 1,54 triliun.