Tiga Mahasiswa ITB Ciptakan Mesin Pendeteksi Hoax

Penciptaan situs tersebut sebenarnya bermula dari keinginan Adi, Tifani, dan Fery membuat tim untuk mengikuti lomba di bidang TI. Niatnya hanya untuk mengisi waktu di sela-sela perkuliahan yang makin jarang mereka ikuti karena sudah semester akhir.

”Tapi, awalnya informasi lomba itu hanya lewat begitu saja. Tidak pernah kami seriusi,” ungkap Tifani yang tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Teknik Informatika STEI itu.

Pada akhir Desember 2016 mereka mendapatkan informasi tentang lomba Imagine Cup 2017 yang diadakan Microsoft. Kontes tersebut mencari inovasi di kalangan mahasiswa di bidang teknologi informasi (TI). Mereka hanya punya waktu sampai Februari 2017 untuk mengumpulkan video yang menjelaskan karyanya.

’’Kami putuskan untuk membuat tema hoax karena saat itu sedang jadi pembicaraan masyarakat dan pejabat negara. Bahkan, di grup WhatsApp keluarga kita juga sering ada viral berita hoax,” timpal Fery yang juga mahasiswa Jurusan Teknik Informatika STEI.

Adi menambahkan, setiap orang punya kemampuan yang berbeda dalam mengkroscek informasi dengan situs-situs yang tepercaya. Yang sering terjadi, orang jadi lebih mudah menyebarkan berita hoax meski menempelinya dengan kata-kata ’’benarkah berita ini?”.

”Situs yang kami rancang ini mempermudahkan untuk mengecek suatu informasi hoax atau tidak. Dasarnya sumber-sumber yang lebih tepercaya,” jelas pemuda asal Bogor itu.

Mereka lantas merancang konsep, membuat tampilan website, hingga merangkainya dalam video singkat. Tapi, mereka belum membuat produk berupa situs sama sekali. Tim mereka diberi nama Cimol, akronim dari kuCIng di Miko Mall.

”Tifani itu suka kucing dan suka ke Miko Mall. Agak ngasal memang penamaan tim itu,” ujar Adi, lantas tersenyum.

Pada akhir Februari mereka mengirimkan video tersebut ke panitia lomba. Total ada 86 tim dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di Indonesia yang ikut dalam kontes kali ke-15 itu.

’’Saat pengumuman pada 6 Maret lalu, kami dibuat kaget. Sebab, kami masuk 15 tim yang berhak maju ke final,” ungkap Adi.

Adi dan rekannya harus mempresentasikan situs Hoax Analyzer.com pada 15 Maret. Maka, dalam waktu seminggu, mereka harus mengebut menyelesaikan program itu. ’’Kami lembur terus sampai pukul 02.00, bahkan lebih. Padahal, biasanya pukul 10 (malam) kami sudah tidur,” kenang Fery yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah.

Tinggalkan Balasan