Entang Membagi Karya Seni Antara Indonesia dan Amerika

Kegiatan berkesenian perupa yang tahun lalu mendapat residency di Norma Redpath Studio, Victorian College of the Arts, University of Melbourne, Australia, itu sangat aktif. September nanti dia mengikuti pameran di Austria. Mulai tahun ini dia berencana lebih banyak tinggal di AS. ’’Saya ingin lebih banyak tinggal di New York karena ada program residensi di sana,’’ ungkapnya.

Entang juga ingin membuat karya yang punya hubungan dengan sejarah seni rupa. Yakni, kembali melihat ke zaman Jackson Pollock, Frank Stella, Ellsworth Kelly, John Chamberlain, dan lainnya. Mereka adalah tonggak-tonggak penting dalam sejarah seni rupa dunia.

’’Ini pendalaman bahasa rupa dan konsep yang sedang saya kerjakan sebagai cara memahami budaya Amerika. Saya mau asosiasi dengan itu untuk rasa ownership dan hadir di dalamnya,’’ katanya.

Sebab, Amerika kini sudah menjadi bagian dari hidupnya. Istrinya orang AS. ’’Anak saya, half American half Indonesian. Jadi, biar saya ngerasa semakin grounded,’’ ujarnya.

Di Indonesia, jika melihat karya yang konseptual, publik merasa ada jarak. ’’Tertarik pun karena dianggap sebagai sesuatu yang smart. Padahal, itu kan bagian dari refleksi budaya,’’ urainya.

Sementara itu, di AS maupun Eropa, membuat karya konseptual sudah menjadi tahap dan pencapaian. Tidak lagi dianggap sesuatu yang ingin dinilai pintar. Sebab, sejatinya seni itu borderless, tak ada batas. ’’Saya mau coba lihat itu di New York nanti,’’ ungkapnya.

Rencananya, dia tinggal selama setahun di negeri istrinya tersebut. Enam bulan untuk riset dan sisanya untuk traveling. Dia bermimpi traveling across Amerika untuk proyek seninya. Dari East Coast ke West Coast naik mobil. ’’Apalagi Amerika di bawah Donald Trump kan lagi hangat. Menarik untuk dilihat,’’ kata Entang yang pernah bersama istri membentuk Antena Projects dan bersama para perupa membuat Yogyakarta Open Studio (YOS) pada 2013.

Event yang terakhir itu kemudian jadi agenda tahunan hingga 2016. Menurut rencana selanjutnya jadi dua tahunan. Melalui event itu, dia mengajak para seniman untuk berbagi, membuka studio mereka dan memperlihatkannya kepada publik. Sebab, di studio itulah lahir karya-karya mereka. Upaya itu dibuat agar platform seni rupa di Indonesia semakin kuat. ’’Seniman jangan maunya diundang saja. Kita juga harus membuka diri,’’ tegasnya.

Tinggalkan Balasan