Penindakan Pasca Kesepakatan

Dia menjamin permenhub tersebut sebenarnya berupaya menyeimbangkan antara taksi online dan konvensional. Dalam kedua moda itu ada banyak orang yang mencari penghidupan. ”maka aturan ini memastikan dua hal, taksi online tetap hidup dan melindungi angkutan konvensional dari dominasi yang berlebihan,” paparnya.

Namun begitu, Budi mengakui bahwa kompetisi antara online dan konvensional ini akan mendewasakan keduanya. Dengan kompetisi ini masyarakat yang akan diuntungkan. ”Saat ini transportasi murah karena ada subsidi, subsidi ini tidak membuat baik tapi bisa merugikan pengemudi. Namun, kami juga tidak ingin ada penguasaan berlebihan,” ujarnya.

Sayangnya, rencana revisi PM 32/2016 banyak dikeluhkan oleh perusahaan aplikasi. Sebab, ada beberapa poin dalam draft revisi yang dirasa memberatkan. Bahkan, banyak selentingan kalau revisi ini cenderung condong ke taksi konvensional.

Head of Communications Uber Indonesia Dian Safitri menuturkan, ada beberapa poin revisi PM32/2016 yang dinilai justru akan membatasi akses masyarakat terhadap kesempatan ekonomi yang fleksibel. Belum lagi soal kesempatan untuk mendapat transportasi yang aman, mudah dan dapat diandalkan.

Adapun poin-poin tersebut mencakup soal pembatasan kuota jumlah kendaraan, penentuan tarif batas atas dan bawah, serta aturan balik nama kepemilikan kendaraan. Pihaknya memberikan beberapa catatan untuk poin tersebut.

Untuk pembatasan kuota jumlah kendaraan misalnya. Dia menuturkan, poin ini tidak sejalan dengan semangat ekonomi kerakyatan berbasis teknologi. Padahal, setiap orang memiliki hak untuk berpartisipasi dan meningkatkan kesejahteraan melalui ekonomi digital.”Baik itu online atau konvensional tidak perlu dibatasi. Karena ini berpotensi memunculkan iklim bisnis yang tidak kompetitif,” ujarnya dihubungi, kemarin.

Poin penetapan tarif oleh gubernur pun demikian. Dia menilai, penentuan sesuai dengan wilayah ketersediaan layanan ini tidak selaras dengan semangat untuk menghadirkan kesepadanan harga. ”Teknologi telah memungkinkan bergai produk dan layanan untuk menghadirkan perhitungan harga yang akurat, sesuai dengan kondisi permintaan dan ketersediaan,” jelasnya.

Dari seluruh poin tersebut, ada satu yang paling mendapat penolakan keras. Yakni, kewajiban balik nama STNK milik mitra menjadi badan hukum/koperasi. Aturan ini dinilai tidak berhubungan sama sekali dengan masalah keselamatan. ”Ini juga tidak diamanatkan oleh undang-undang dan ketidakpatuhannya tidak menyebabkan dijatuhkan sanksi,” tegasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan