bandungekspres.co.id, NGAMPRAH – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Bandung Barat 2018 mendatang, penggunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2017 untuk kepentingan politik oleh bakal calon Bupati yang duduk dieksekutif sangat rawan disalahgunakan. Hal tersebut diungkapkan Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf saat dihubungi, kemarin (19/2).
Seperti diketahui, sejumlah nama yang digadang-gadang akan maju menjadi bakal calon Bupati Bandung Barat periode 2018-2023 yakni Elin Suharliah Abubakar yang menjabat sebagai Ketua Koni Kabupaten Bandung Barat yang juga Istri dari Abubakar, Aa Umbara Sutisna menjabat Ketua DPRD Kabupaten Bandung Barat, Yayat T Soemitra sebagai Wakil Bupati Bandung Barat serta Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bandung Barat Doddy Imron Cholid.
Menurut Asep, sudah menjadi hal umum di setiap daerah, menjelang akhir masa kepemimpinan Bupati akan menggelontorkan APBD untuk kepentingan politiknya. Baik itu digunakan untuk kepentingan politik petahana, maupun penerus selanjutnya (dinasti) seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat.
”Program-program seperti kepentingan sosial, beasiswa, modal usaha mendadak digelontorkan dengan nilai besar menjelang akan Pilkada. Baik itu oleh petahana yang akan maju lagi maupun oleh penerusnya seperti istrinya,” tegasnya.
Politik semacam itu, kata dia, dinamakan dengan ”Politik Gentong Babi”. Di mana, politik memainkan program-program melalui APBD. Dikatakannya, memang secara hukum tidak melanggar, namun secara etika hal ini tidak baik dilakukan.
”Ini kaitannya dengan etika, bukan soal hukum. Karena memang secara hukum sulit dibuktikan sebab sudah terprogram. Terkecuali jika ada penyimpangan yang dilakukan calon petahana, maka di situ penegak hukum bisa turun,” ungkapnya.
Padahal, penggunaan APBD untuk kepentingan politik seseorang yang akan maju dalam Pilkada tidak diperbolehkan. Program melalui APBD yang sifatnya populis memang tidak dibenarkan menjelang Pilkada. Namun, paktanya memang hal itu menjadi strategis calon dari petahana sebagai penguasa anggaran.
”Dulu pernah ada surat edaran dari Kemendagri tentang larangan menggunakan APBD untuk program populis menjelang Pilkada seperti mendadak menggelontorkan bantuan sosial (bansos) dengan nilai berkali-kali lipat. Tapi, sekarang malah marak dilakukan di setiap daerah,” ujarnya.