Padahal, lanjut Kiki, ada jadwal film-film yang masuk nomine akan diskrining selama tiga hari festival. Mau tidak mau Kiki mesti berinisiatif mempromosikan Ride on United. Satu demi satu, Kiki berkenalan dengan para sineas dan pengunjung, berharap mereka bisa hadir dalam skrining (pemutaran) filmnya. ”Jadwal Ride on United kebetulan hari ketiga. Saya mulai menyebar press release dan bercerita soal film itu,” kata Kiki.
Strategi Kiki untuk memperkenalkan Ride on United mulai tersebar dari mulut ke mulut peserta. Saat pemutaran, cukup banyak sineas dan pengunjung yang datang. Sepanjang film diputar, Kiki sengaja duduk paling belakang untuk melihat ekspresi penonton. ”Ada ibu-ibu mirip orang Indian sampai menangis lihat filmnya. Saat diskusi, ada yang menunjuk-nunjuk film saya itu,” jelas Kiki.
Karena penasaran, Kiki iseng mewawancarai sejumlah penonton seusai acara. Secara acak Kiki memilih penonton berusia muda dan tua untuk diwawancarai. ”Mereka bilang tersentuh melihat film itu. Saya mulai percaya diri,” ucap Kiki.
Sebagai sineas pemula, Kiki tidak membayangkan filmnya akan menang. Sebab, masuk menjadi nominasi satu-satunya dari Indonesia sudah merupakan penghargaan tersendiri. ”Begitu nama Ride on United disebut sebagai pemenang short documentary, saya spontan melompat kegirangan. Saya sampai lupa nyalami MC-nya,” ungkap dia.
Rasa girang Kiki ternyata tidak hanya sampai di situ. Saat pembacaan kategori terakhir, yakni best film, tanpa diduga Ride on United-lah yang disebut sebagai pemenangnya. ”Dari awal yang tidak notice (memperhatikan, Red) ada orang Indonesia di sana, akhirnya mereka mulai datang ke saya,” ujarnya.
Kiki menyebutkan, perjuangan Ride on United juga tidak lepas dari dukungan masyarakat Indonesia. Sepanjang empat hari pergelaran MFF, ribuan dukungan masyarakat Indonesia disampaikan melalui akun media sosial Ulah Adigung. ”Dukungan itu yang tampaknya juga dilihat panitia,” ucap Kiki.
Heret menerangkan bahwa kampanye sosial untuk membantu Tjetjep merupakan program kedua yang digagas Ulah Adigung Project. Program pertama adalah penggalangan solidaritas komunitas motor untuk membantu Tommy Manoch, salah seorang pembalap legendaris Indonesia seperti halnya Tjetjep. ”Waktu itu kami bersama-sama membangun motor CB 77 untuk Om Tommy. Ada yang menyumbang part (suku cadang). Ada juga yang menyumbang kemampuan,” kata Heret.