Imunisasi Calon Kada ‘Dipreteli’

bandungekspres.co.id, CIMAHI – Pasangan calon kepala daerah diusulkan mendapatkan hak imunitas terhadap berbagai persoalan hukum selama proses pelaksanaan Pilkada berlangsung kecuali menyangkut pidana pemilu. Demikian salah satu benang merah dari diskusi terfokus mengangkat tema ”Korelasi Politik dan Hukum dalam Pilkada” di Green Leaf Cafe, Cimahi Selatan, kemarin.

Hadir pada kesempatan itu, Andi Syafrani praktisi hukum dan Dini Dewi Herniati pakar hukum Universitas Islam Bandung (Unisba).

Menurut Andi, pada Pilkada 2015 ada kesepakatan (MoU) antara Bawaslu, KPU, Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung mengenai pemberhentian hukum kepada seseorang calon yang tengah mengikuti kontestasi politik hingga pentahapan pemilu usai.  ”Dengan kata lain beberapa calon yang tersangkut sejumlah kasus dan dijadikan tersangka proses penyidikannya dihentikan sementara waktu. Ini dimaksudkan untuk memastikan pilkada terhindar dari politisasi atau kriminalisasi terhadap seorang calon,” kata Praktisi Hukum, Andi Syafrani.

Artinya, lanjut dia, hanya dugaan pidana pilkada saja yang diproses seperti money politic saat tahapan Pilkada berjalan. Tapi, imunitas terhadap calon kepala daerah itu saat ini telah dipreteli. Kasus hukum yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi presedennya. Seharusnya, kasus hukum dihentikan sementara waktu. Karena proses hukum yang menimpa calon kepala daerah yang tengah mengikuti Pilkada akan menggangu pelaksanaan pesta demokrasi dan merugikan pendukungnya.

Selain Ahok, ada dua kasus pidana yang menjerat calon kepala daerah yakni petahana Kabupaten Buton Samsu Umar Abdul Samiun yang dituduh menyuap mantan Ketua MK Akil Mochtar pada Pilkada 2013. Rumitnya, karena di daerah ini calonnya tunggal. Sehingga ketika dijadikan tersangka, maka pilihannya tinggal calon wakil.

Kedua, menjerat calon Wali Kota Cimahi Atty Suharti yang berpasangan dengan Achmad Zulkarnain. Sejauh ini, Atty telah melakukan praperadilan karena merasa ada kejanggalan terhadap proses Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Dari praperadilan itu, tim kuasa hukum Atty tidak menemukan argumen yuridis yang meyakinkan. Dalam KUHAP, OTT haruslah ada barang bukti. Tapi, dalam kasus Atty, KPK selama sembilan jam ada di rumah Atty, tapi sama sekali tidak melakukan penggeledahan.

Tinggalkan Balasan