Muhammad Ali, salah seorang nelayan Tanjung Batu, mengakui hal itu. Dia dulu menangkap ikan dengan cara mengebom. Bahkan, hingga kini dia masih hafal di luar kepala tata cara merakit bom ikan. ”Saya sudah berhenti pakai bom ikan sejak 2003. Makin semangat cari ikan dengan ramah lingkungan sejak ada Pak Mail (Ismail, Red),” ucap dia.
Ali mengungkapkan, uang hasil penjualan ikan dari mengebom itu seolah bisa lenyap begitu saja. Sebab, nelayan harus membayar aparat agar aksinya tetap aman. Selain itu, uang habis untuk judi atau mabuk-mabukan di kota. ”Tidak bisa untuk menabung. Seperti masuk lingkaran setan,” jelas dia.
Berkat konsistensinya menyosialisasikan penangkapan ikan ramah lingkungan itu, Ismail mendapatkan penghargaan dari sebuah televisi swasta. Dia pun sempat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pada November lalu saat Hari Pahlawan. Foto bersama JK itu dijadikan profile picture di aplikasi WhatsApp dia.
”Pernah juga diminta bicara di depan para pengusaha besar di Jakarta soal menjaga lingkungan. Saya gugup juga, yang hadir banyak orang besar,” kenangnya. Acara tersebut salah satunya digagas The Nature Conservancy (TNC) yang menjadi mitra untuk penguatan komunitas penjaga lingkungan hidup. ”Kalau ikut komunitas itu akan lebih didengar. Beda kalau sendirian,” ujar dia.
Biasanya Ismail juga tampil bersama Kepala Kampung Merabu, Kecamatan Kelay, Franly Aprilano Oley. Ismail berbicara soal pelestarian laut, sedangkan Franly berbicara tentang menjaga hutan adat. ”Kadang ke mana-mana ya berdua. Saya laut, Franly hutan,” katanya. Sosok Franly ditulis sebelumnya di koran ini.
Ismail masih punya cita-cita menjadikan nelayan mandiri dan sejahtera. Tahun ini dia akan merealisasikan konsep bank ikan. Nelayan menabung ikan dengan jenis yang sama dalam tempo lama, sekitar setahun. Selama ini nelayan itu kalau disuruh menabung susah. Sebab, uang yang dibawa ke rumah sering kali terpakai belanja istri. ”Siapa tahu nanti tabungannya banyak. Lalu bisa berikan kejutan kecil untuk istri,” tuturnya. (*/c9/agm/rie)