bandungekspres.co.id, BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan, selama kepengurusan SMA/SMK dikelola oleh provinsi, maka pihaknya akan memberikan perhatian khusus kepada para guru. Dengan kata lain, sisi kesejahteraan menjadi pertimbangan utama gubernur dua priode tersebut.
Meskipun status Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Dana Alokasi Umum (DAU) menambah beban APBD, tapi Heryawan mengaku, akan berusaha semaksimal mungkin untuk mensejahterakan guru.
”Sebetulnya dalam komposisi pegawai di Pemprov ingin ideal. Tapi, jumlah pegawai yang beralih status dari kabupaten/kota ke provinsi akibat alih kelola ini terlalu banyak,” jelas Heryawan dalam rapat koordinasi dengan kepala sekolah di Pusdai, Jalan Diponegoro, kemarin (10/1).
Dia memerinci, untuk ASN Jabar sebelumnya berjumlah 3.400 orang. Seiring alih kelola SMA/SMK, jumlah pegawai negeri yang menjadi tanggung awab Pemprov bertambah 29 ribu orang.
Rincian jumlah guru di Jabar saat ini terbilang besar. Dia memerinci, setelah didata, ada 27.277 pegawai. Jumlah itu terdiri atas 24.292 guru, 473 pengawas sekolah, dan 2.512 tenaga administrasi sekolah.
Untuk mengakomodir kesejahteran tersebut, ke depan pihaknya berencana akan memberikan Tunjangan Prestasi Pegawai (TPP) bagi guru. Nilainya masih tergolong kecil. Sebab harus diukur kemampuan dari APBD. Untuk TPP pertama, diberikan dengan jumlah Rp 600 ribu.
Kendati begitu, dia berjanji jumlah itu akan ditingkatkan pada tahun anggaran berikutnya hingga mencapai Rp 1 juta. ”Bahkan untuk TPP ini Pemprov sudah menganggarkan Rp 390 miliar,” kata Heryawan.
Pria yang akrab disapa Aher ini mengatakan, untuk TPP yang sudah terlanjur diberikan besar. Pria berkacamata ini mengharapkan, para guru bisa menghormati ini.
”Insya Allah setiap tahun nanti akan ada kenaikan sampai TPP ini mencapai nilai yang ideal dan saya janjikan TPP tahun depan akan naik lagi,” tegas Aher.
Aher mengungkapkan, belum bisa all out untuk mensejahterakan para guru. Sebab, aturan UU Nomor 23 Tahun 2014 tersebut sebetulnya belum jadi keputusun di tingkat pusat. Bahkan, masih terjadi proses pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Walhasil, banyak terjadi kebingungan di berbagai daerah dalam penyelenggarannya.