Korban Kekerasan Bisa Melapor ke Pos KDRT

bandungekspres.co.id, NGAMPRAH – Pemerintah Kabupaten Bandung Barat terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai langkah pencegahan dini untuk menekan angka kekerasan terhadap anak. Upaya tersebut dilakukan dengan membentuk Pos Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tersebar di 165 desa.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kabupaten Bandung Barat Asep Ilyas mengutarakan, dengan hadirnya Pos KDRT ini diharapkan masyarakat yang menjadi korban kekerasan bisa melaporkan sehingga pemerintah daerah bisa melakukan penanganan.

Hal itu dilakukan sebagai upaya Pemkab Bandung Barat untuk memproteksi terhadap segala macam kejahatan terhadap anak sejak dini. ”Setiap tahun kami berupaya agar kekerasan terhadap anak seperti kejahatan sexsual dan kejahatan lainnya dapat ditekan. Pos-pos ini nantinya untuk menjangkau semua desa di KBB kaitannya dengan persoalan perlindungan terhadap anak. Jadi sebelum langsung ditangani oleh P2TP2A, pos-pos tingkat desa ini yang gerak lebih dulu agar lebih efisien dan cepat baik itu menyangkut pencegahan, penanganan atau pendampingannya,” kata Asep kepada wartawan di Ngamprah, kemarin (28/12).

Asep menjelaskan, perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan ini tentunya bukan menjadi tanggungjawab Pemkab semata, akan tetapi harus menjadi tanggungjawab bersama baik semua stakeholder dan juga masyarakat. ”Lindungi anak dari segala bentuk kekerasan sebagaimana undang-undang 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan ini jadi tanggung jawab kita bersama,” ungkapnya.

Pos KDRT yang berada di tiap desa di Kabupaten Bandung Barat, sebut dia, berada di bawah naungan BP3AKB yang fungsinya melakukan penjangkauan untuk laporan sejumlah kasus dari warga yang tidak melaporkan secara langsung ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk ditangani. Selain itu, lanjut Asep, Pos KDRT juga berperan dalam menangani kasus-kasus ringan, seperti KDRT yang bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. ”Kemudian untuk pencegahannya, Pos KDRT melakukan penyuluhan ke keluarga di desa masing-masing,” katanya.

Sementara untuk kasus-kasus yang berat, lanjut Asep, Pos KDRT akan menyerahkannya ke P2TP2A. Sebab cakupan P2TP2A lebih luas, di antaranya memberikan informasi, layanan konseling, pendampingan psikolog, pendampingan kesehatan (jika sudah terjadi kekerasan secara fisik) hingga pendampingan hukum secara para legal. ”Pendampingan hukum secara legal ini maksudnya mendampingi korban saat akan melaporkan suatu perkara tindak kekerasan terhadap anak, karena terkadang akibat ketidaktahuan masyarakat semisal saat akan melaporkan kasus pemerkosaan, orang tuanya malah menghilangkan sejumlah alat buktinya seperti malah mencuci jejak di celana dalam korbannya,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan