Para diaspora yang diminta pulang untuk berbagi ilmu di kampung halaman memang bukan orang sembarangan. Mereka adalah para ilmuwan yang keahliannya tidak diragukan lagi. Selain Dwi, dalam forum itu hadir pula 42 profesor dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Mulai teknologi informasi, pertahanan, kemaritiman, bioteknologi, hingga sosial dan budaya.
Salah satunya adalah Prof Dr Juliana Sutanto. Perempuan kelahiran Manado, 14 Juli 1980, tersebut sekarang menjadi direktur Master Program E-Business and Innovation Lancaster University, Inggris, sejak Agustus lalu.
Juliana mengaku senang bisa pulang ke tanah air memenuhi undangan Kemenristekdikti. Apalagi diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman menjadi ilmuwan di negeri orang di hadapan para akademisi di Jakarta maupun di Universitas Sam Ratulangi Manado. ”Saya seperti pulang kampung,” ungkap alumnus SMA Binaan Khusus Manado itu.
Juliana menceritakan, setelah lulus SMA, dirinya mendapatkan beasiswa ke National University of Singapore. Dia mengambil jurusan sistem informasi yang salah satunya ditujukan untuk membuat aplikasi atau program komputer. ”Meskipun saat awal masuk kuliah masih belum tahu apa itu komputer. Nyalain komputer saja kesulitan,” kenangnya.
Dia harus mengejar ketertinggalan. Hingga akhirnya bisa lulus pada 2003, Juliana langsung ditawari untuk melanjutkan studi ke program doktor. Dia tidak melewati program magister atau S-2. Setelah lulus S-3 (doktor) pun, Juliana langsung mendapatkan tawaran untuk menjadi chair of management information system Department of Management, Technology and Economics (D-MTEC) ETH Zurich, Swiss. ”Saya di ETH Zurich selama tujuh tahun, lalu pindah ke UK (United Kingdom, Red),” imbuh dia.
Sekali lagi Juliana juga melakukan lompatan dari jenjang assistant professor di ETH Zurich langsung menjadi full professor di Lancaster University, Inggris. Padahal, semestinya ada jenjang associate professor yang harus dilalui sebelum bergelar profesor.
Juliana mengaku saat ini merasa lebih nyaman bekerja di luar negeri daripada di Indonesia. Meski demikian, dia menegaskan tetap mencintai tanah airnya. Salah satu yang membuat dia kecewa adalah pengalaman seorang teman sesama periset dari Swiss yang hendak pulang kampung dan bekerja di Indonesia.