Dia menegaskan, selain persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan dan juga pekerja asing, setiap perusahaan yang mempekerjakan TKA juga diwajibkan menyetor retribusi sebanyak 100 dolar per-TKA ke BPMPT untuk setiap bulannya. Dengan begitu harapannya harga akan menjadikan pekerja lokal untuk mengisi kekosongan yang akan diisi oleh TKA.
Kemudian dari hasil retribusi itu juga, pemerintah meminta kepada setiap perusahaan yang awalnya memakai jasa TKA untuk melatih para tenaga kerja yang ada di Indonesia. Dengan begitu, ada upaya transfer ilmu.
”Seperti ada ada suatu tenaga kerja asing, ahli mesin di tekstil, nah di situ harus ada satu orang tenaga kerja lokal supaya ada ahli teknologi dan ahli pengetahuan kepada tenaga kerja lokal,” kata Ferry.
Sementara itu, kebijakan bebas visa yang diberlakukan pemerintah kepada 169 negara memang berhasil meningkatkan kunjungan warga asing ke dalam negeri. Namun, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR malah meminta kebijakan itu segera dievaluasi. Penyebabnya, dampak yang terjadi lebih menunjukkan bahwa kebijakan itu telah melenceng dari tujuan.
Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengungkapkan, laporan pelanggaran WNA di wilayah NKRI sudah berada pada taraf mengkhawatirkan dan meresahkan. ”Hal ini tidak bisa lepas dari sejumlah kebijakan pemerintah yang melonggarkan arus orang, berupa kebijakan bebas visa,” ujar anggota Komisi I DPR itu.
Jazuli mengingatkan, berbagai peristiwa yang terkait dengan WNA, utamanya Tiongkok, sudah sering terjadi. Di antaranya, kasus warga Tiongkok menanam cabai yang mengandung bakteri berbahaya di Bogor. Dalam jangka panjang, pelanggaran semacam itu bisa ”membunuh” sektor pertanian dalam negeri, bahkan mamaksa RI memenuhi seluruh kebutuhan pangan dengan cara impor.
Tidak berselang lama, muncul fenomena bendera-bendera asing di beberapa wilayah. ”Sekarang juga marak tenaga kerja asing ilegal yang bekerja di sektor bawah. Sementara warga setempat sulit mencari makan sehingga menimbulkan kecemburuan dan gesekan,” ujarnya, mengingatkan.
Menurut Jazuli, peristiwa tersebut menjadi catatan kesekian tentang dugaan pelanggaran WNA dengan memanfaatkan kebijakan bebas visa. Hal itu pernah disinggung sebelum pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. ”Pemerintah harus menimbang secara cermat antara target yang ingin dicapai dan ekses negatif dari kebijakan tersebut,” papar Jazuli.