bandungekspres.co.id, Jakarta – Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap ajudan Wali Kota nonaktif Cimahi Atty Suharti yang bernama Iin Solihin. Iin akan diperiksa sebagai saksi atas tersangka M Itoc Tochija.
”IIn Solihin, ajudan Wali Kota Cimahi diperiksa sebagai saksi atas tersangka MIT (M Itoc Tochija, Red),” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, kemarin (9/12).
Selain IIn, KPK juga memanggil Sentot Wisnu Jaya selaku PNS yang menjadi staf sekretaris pribadi, Subbag Tata Usaha Pimpinan Bagian Aset Perlengkapan, Sekretariat Daerah Pemkot Cimahi serta dua orang dari pihak swasta bernama Yana Rumbayan dan Sani Kuspermadi.
Untuk diketahui, Itoc yang juga suami dari Atty pernah menjabat sebagai Wali Kota Cimahi selama 2 periode 2002-2007 dan 2007-2012. Lalu, kursi posisi tersebut digantikan oleh Atty.
Nama Atty yang meskipun tidak ada dalam jadwal pemeriksaan, terlihat hadir di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Dia tiba pada pukul 09.40 untuk menjalani pemeriksaan kedua. |(Kabar saya) sehat, alhamdulillah,” ucapnya ketika memasuki Gedung KPK.
KPK telah menetapkan Atty dan Itoc sebagai tersangka pada Jumat lalu (1/12). Pasutri ini diduga menerima suap Rp 500 juta atas proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II 2017. Proyek itu bernilai Rp 57 miliar.
Duit suap itu diterima dari pengusaha atas nama Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Dua pengusaha itu juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut, seharusnya Atty dan Itoc menerima uang sebanyak Rp 6 miliar sebagai kesepakatan antar mereka. Itoc sebagai mantan Wali Kota Cimahi dua periode disebut turut mengendalikan semua kebijakan pemerintah daerah.
Atty dan Itoc disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, kuasa hukum Wali Kota Cimahi nonaktif Atty Suharti, Andi Syafrani menyatakan, ada kejanggalan atau keanehan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.