Belajar Menghadapi Bencana di Tokyo Rinkai Disaster Prevention Park

Hanya sekitar 15 langkah dari anak tangga terakhir, ada tiga komputer yang bisa diakses pengunjung. Informasi berharga seputar pencegahan bencana ada di sana. Misalnya, skenario simulasi beragam bencana di lokasi-lokasi yang berbeda. Mulai rumah satu dan dua lantai, gedung tinggi, sarana transportasi, hingga sekolah.

Skenario simulasinya lengkap dengan jenis bencana, kekuatan, dan jam kejadian. Ada ilustrasinya pula sehingga lebih menarik untuk dibaca.

Pada menu yang lain, ada video simulasi guncangan gempa di rumah tapak dan bangunan bertingkat. Durasi guncangannya macam-macam. Ada yang 35, 90, dan bahkan 100 detik. Efek guncangannya pun tidak sama meski sama-sama gempa. Di rumah tapak, barang-barang seperti furnitur cenderung cepat roboh.

Puas mengubek-ubek semua menu di komputer, saya memasuki pintu merah tua di ujung lantai 2. Kali ini suasananya lebih informal. Malah, saya mengira sedang masuk ke kelas playgroup.

Dinding-dinding ruangan dipenuhi poster berukuran jumbo berwarna oranye. Setiap poster berisi survival tips saat bencana terjadi. Contohnya, jika terjadi gempa, resep apa yang mudah dimasak dan benda apa saja yang bisa dialihfungsikan saat darurat plus cara merakitnya.

Poster di bagian lain menampilkan rangkaian persiapan untuk menghadapi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Setiap keluarga di Jepang diminta selalu siap kabur dengan perbekalan yang dikemas di dalam tas. Isinya makanan, kaleng, air putih, selimut, sikat dan pasta gigi, serta sabun dan handuk. Tapi, beratnya disarankan tidak lebih dari 10 kg karena akan merepotkan saat harus evakuasi dengan cepat.

Yang menarik adalah tip memanfaatkan benda-benda yang mudah didapatkan untuk menciptakan benda lain yang dibutuhkan saat berada di lokasi pengungsian. Botol plastik, misalnya, bisa direkatkan satu sama lain untuk membuat kursi dan meja darurat.

Berbagai pengetahuan praktis di ruangan tersebut sangat seru untuk dibaca satu-satu. Hal itu membuat saya lupa waktu. Nyaris saja saya terlambat turun ke lantai satu untuk ikut tur.

Tepat pukul 11.30 saya tiba di meja informasi. Rombongan yang datang dari Korea sudah keburu masuk. Untung Fumie mengizinkan saya menyusul rombongan itu. Sebelum berangkat, dia membekali saya dengan tablet yang diberi casing kulit warna hitam dan lanyard. ”Jangan lupa intip terus petunjuk yang muncul di tablet itu, ya,” pesannya.

Tinggalkan Balasan