Kereta Api Cepat Indonesia-Cina Terkendala Pembebasan Lahan

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Kelanjutan proses pembangunan Jalur Kereta Api Cepat Indonesia Cina (KCIC) masih dalam tahap pembebasan lahan. Sebagian besar lahan yang akan dibebaskan itu milik warga.

“Saat ini untuk pembebasan lahan masih dalam proses,” kata Staf Khusus High Speed Railway (HRS) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, Hendra Mardiana, kemarin (24/10).

Hendra menyebutkan, pembebasan lahan baru mencapai 40 persen dan sisanya masih dalam proses pembebasan.

“Sebagian sudah ada yang dibebaskan dan ini akan terus berlanjut,” jelas Hendra di salah satu cafe Jalan IHR H Djuanda.

Sebut dia, saat melakukan proses pembebasan lahan banyak ditemui kendala. Salahsatunya,

Dia menyebutkan, banyak kendala yang dihadapi saat melakukan pembebasan tanah. Meski demikian pihaknya melakukan pendekatan bisnis to bisnis atau pendakatan langsung kepada masyarakat.

Untuk harga tanah, dikatakan dia, pihaknya menggunakan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sebagai penilai independent yang ditunjuk pemerintah. Sehingga, KJPP memiliki kewenangan mengeluarkan harga taksiran lahan milik warga. Namun, akibat adanya proyek KCIC ini tidak sedikit masyarakat yang mematok harga tanah dengan tidak wajar.

“Jadi ketika KJPP telah menaksir harga tanah katakanlan per meter Rp 400 ribu tiba-tiba masyarakat mematok harga tanah sangat tinggi sampai mencapai Rp 8 juta per meter persegi,” jelasnya.

Hendra memaparkan, proses negosiasi dengan masyarakat sampai saat ini terus dilakukan untuk mencapai kesepakatan terutama dalam penentuan harga lahan. Sehingga, lanjutnya permasalahan pembebasan lahan terkena dampak jalur KCIC akan segera teratasi sebelum ijin pembangunan dikeluarkan oleh Kemenhub.

Selain lahan milik warga, lanjut dia beberapa lahan milik PT Perhutani juga akan terkena imbas dari proyek ini. Seperti di wilayah Kabupaten Karawang dengan luas lahan 59 hektar.

Atas aturan yang telah diterapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Pemprov Jabar penggunaan lahan milik perhutani dan hutan produktif lainnya, harus memiliki aturan berupa penggatian lahan sebasar dua kali lipat dari lahan yang terkena dampak pembangunan KCIC.

“Kita harus mengikuti aturan ini dengan mencari lahan pengganti yang memenuhi persyarakatan khusus,” kata Hendra.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan