bandungekspres.co.id, BATUNUNGGAL – Terus merosotnya bagi hasil pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung yang sumber penerimaannya dari sektor pajak daerah menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung. Ketua Komisi B Sofyanudin Syarif mengaku heran atas realisasi pajak daerah tersebut, terutama terkait penurunan pendapatan Pajak Penerangan Jalan Umum (PPJU).
Politikus Partai Golkar itu menyatakan, penerimaan PPJU Kota Bandung mengalami penurunan signifikan. Tahun 2015, bagi hasil PPJU mencapai Rp 15 miliar setiap bulannya. Tahun 2016 ini, menurun jadi Rp 13 miliar. ”Penurunan pendapatan itu katanya sesuai dengan yang dibayarkan konsumen, akibat implasi dan penurunan harga BBM. Tetapi logika saya tidak sampai. Sebab, realitanya pemakaian listrik di Bandung meningkat, tetapi PPJU menurun. Maka kita butuh print out yang transparan dari PLN, atas pemakaian listrik,” ujar Sofyan yang ditemui diruang kerjanya kemarin (5/10).
Langkah komisi B yang akan meminta bukti otentik potensi listrik yang dipakai warga Bandung tersebut, akan ditindak lanjuti dengan rapat kerja. Atas anjuran PT PLN Pusat, cukup dengan jajaran PLN Cabang Bandung. Sehingga akan ketahuan mana yang bayar dan tidak. ”Sistem yang di miliki PLN akan bisa memilah pemasukan pembayaran PPJU,” ujar Sofyan.
Menyoal target PAD dari PPJU tahun 2016 sebesar Rp 190 miliar, dalam pandangan Sofyan, sulit direalisasikan. Kemungkinan terbaiknya pemasukan tertinggi dari bagi hasil dengan PLN tidak lebih dari Rp 170 miliar. ”Artinya ada loss potensi sekitar Rp 20 miliar,” imbuh Sofyan.
Oleh karena itu, Dinas Pelayanan Pajak (Disyanjak) Kota Bandung, harus kerja keras. Target PAD Pemkot Bandung, yang sumbernya dari Pajak Daerah di tahun 2016 sebesar Rp 2,1 triliun tidak akan tercapai. Paling tinggi, ucap Sofyan, Disyanjak hanya akan bisa mencapai 95 persen.
Adapun menyangkut pendapatan asli daerah dari sektor pajak lainnya, Sofyanudin meminta Disyanjak lakukan evaluasi. Kasus yang terjadi pada restauran Ampera, harus dijadikan pelajaran. ”Pajak restauran itu titipan. Sebanyak 10 persen nilai transaksi harus disetorkan pada negara,” kata Sofyan.
Agar terhindar dari distorsi pajak, sahut Sofyan, sudah saatnya wajib pajak (WP) lakukan pembayaran melalui online. Hal itu, lanjut Sofyan tidak lepas dari kemungkinan kebocoran pajak. ”Dengan online kebocoran pajak bisa dieliminir hingga 50 persen,” tegas dia.