bandungekspres.co.id, SUMUR BANDUNG – Sebanyak 89 persen masyarakat setuju Kota Bandung miliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Angka tersebut merupakan hasil survey terhadap 364 responden yang dilakukan komunitas pegiat anti-rokok Smoke Free Bandung dan disampaikan kepada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, belum lama ini.
Hasil survey itu mendorong Pemerintah Kota Bandung membentuk Satgas Penegakkan KTR. Salah satunya melakukan persiapan pembentukkan Perda KTR. Sejauh ini, Kota Bandung telah menerapkan Perda K3 sebagai dasar pelaksanaan program terkait pengendalian dan pengaturan rokok.
Namun, dalam pandangan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara, pelaksanaan Perda tersebut belum optimal. ”Sistem pengawasannya belum dibuat. Jadi masih mengandalkan kepedulian, dan pemahaman masing-masing. Padahal peraturan itu sifatnya harus memaksa untuk dilakukan,” tukas Ahyani.
Untuk itu Ahyani mengaku, mendukung pembentukan Perda KTR, terlebih ini permintaan masyarakat. Kendati demikian, sambung Ahyani, pihaknya terus mengoptimalkan penegakkan KTR meskipun belum ada payung hukum yang lebih spesifik.
”Target utamanya bukan sebatas Perda, tetapi implementasi penegakkan kawasan tanpa rokok yang sudah tertuang di Perda K3. Sebab, pada dasarnya, Pemerintah Kota Bandung sebetulnya sudah memiliki aturan tentang kawasan yang dibolehkan merokok untuk alasan perlindungan kepada masyarakat,” ujar Ahyani.
Pertimbangan utama pembuatan Perda KTR tersebut, di Kota Bandung, belum ada regulasi khusus yang memberikan ruang pisah antara perokok aktif dengan perokok pasif atau yang bukan perokok.
Kondisi saat ini, ambang batas ruang rokok antara keduanya masih tercemar. Menurut dia, Perda itu akan mengatur bagaimana membuat aturan agar perokok pasif dan aktif sama-sama memahami hak dan kewajibannya.
”Dari arahan beliau, kita punya yang quick win-nya, yaitu mengingatkan, mensosialisasikan, menegakkan aturan sesuai aturan yang sudah ada. Baik itu kawasan tanpa rokok, soal tidak boleh merokoknya, maupun tentang iklan rokok. Kan itu sudah ada juga aturannya,” terang Ahyani.
Perlu dipahami pula oleh masyarakat bahwa pengaturan kawasan tanpa rokok itu bukan berarti mendiskriminasikan orang yang merokok. Tetapi kata Ahyani, lebih kepada pemberian ruang kepada setiap orang, baik perokok maupun bukan, untuk sama-sama mendapatkan haknya.