Berjuang menerabas keterbatasan tak hanya dilakukan Sukarmen. Muhammad Whizzkid Marheinis, 14, juga tak mau kalah terus menebar virus seni dan pendidikan di ”Kampung Preman”. Bocah pendiam itu dibesarkan di tengah permukiman padat yang dikenal sebagai ”Kampung Preman” dekat Pasar Johar, Semarang.
Bersama ayahnya yang cacat kaki karena diamputasi, Whizzkid bergelut dengan sampah. Dalam keseharian, Whizzkid yang bersekolah di SMP Negeri 38 Semarang atas beasiswa dari Hoshizora Foundation, Jogjakarta, tampak biasa-biasa saja. Namun, semangat mewujudkan mimpi-mimpinya luar biasa. Bagaimana tidak, saat teman-teman sebaya di sekitarnya sibuk dengan gadget, siswa yang saat ini duduk di bangku kelas tiga tersebut sibuk dengan sampah-sampahnya.
Sepulang sekolah, Whizzkid menghabiskan waktu untuk membantu ayahnya, Agung Setia Budi atau yang akrab disapa Agung Wong, membuat kerajinan daur ulang sampah. Berbagai barang bekas seperti kaleng, botol bekas minuman kemasan, kartu perdana, serta barang bekas apa saja disulap menjadi kerajinan tangan bernilai seni. Misalnya, miniatur tank, kapal, vespa, Harley-Davidson, jam dinding, dan berbagai jenis mobil.
Dia mengaku tidak malu kepada teman-teman dan orang-orang di lingkungannya. Whizzkid terus berusaha berbuat positif dengan kreativitas yang ada. ”Saya senang bisa membantu orang tua. Membuat kerajinan tangan dari sampah sangat menyenangkan. Belajar peduli lingkungan bahwa sampah bisa bermanfaat dan bernilai tinggi. Kegiatan ini diberi nama oleh ayah saya dengan istilah trashure atau harta karun sampah,” ungkap Whizzkid ditemui Jawa Pos Radar Semarang di rumahnya, Jumat (19/8).
Namun, ”tangan usil” Whizzkid itu justru memancing perhatian remaja dan anak-anak di kampung tempat tinggalnya yang dikenal memiliki karakter keras dan dekat dengan kehidupan ”preman”. Aktivitas sehari-hari Whizzkid tak terlepas dari Komunitas Harapan yang didirikan ayahnya, Agung Setia Budi, sejak 2 Januari 2013.
Saat ini, ada lebih dari 50 anak yang ikut belajar di komunitas tersebut. Di antaranya, anak-anak usia sekolah PAUD, TK, SD, dan SMP. Mereka melakukan berbagai kegiatan belajar dan bermain secara positif serta menerapkan pendidikan lingkungan berbasis kekeluargaan setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu.