PlayPlus aktif menggelar festival dan menyebarkan video tutorial permainan tradisional ke berbagai penjuru Indonesia. Banyak anak yang canggung karena tak pernah diperkenalkan sebelumnya oleh keluarga.
GUNAWAN SUTANTO, Jakarta
—
APA yang dilihat Bernando J. Sujibto sepulang dari Amerika Serikat (AS) itu menggelisahkannya. Anak-anak di lingkungan sekitar asyik dengan diri sendiri. Berkutat dengan gawai masing-masing.
Tak ada lagi yang beramai-ramai bermain patil lele, lompat tali, atau benteng-bentengan. ”Sebagai generasi yang berada dalam arus perubahan games merasakan benar dampak hilangnya permainan tradisional,” kata Bernando, peserta program pertukaran pelajar di AS, itu
Tentu zaman tak bisa dilawan. Anak-anak era sekarang tentu lebih akrab dengan gawai dan games online. Tapi, bukan berarti permainan tradisional yang mengandung banyak nilai positif dijauhi.
Dan, ternyata Bernando tak sendirian merasakan kegelisahan itu. Anak-anak muda yang tergabung dalam Alumni State Network (alumni program pertukaran pelajar di AS) juga demikian.
Lewat perantara media sosial, anak-anak muda yang berusia 21-25 tahun itu lantas sepakat mengambil inisiatif: menggairahkan kembali permainan tradisional yang dulu sering mereka mainkan saat kecil.
”Kami mendapatkan banyak like di website international exchange alumni,” terang Bernando kepada Jawa Pos (Jabar Ekspres Group) melalui fasilitas chatting.
Gagasan itu kemudian dituangkan dalam proyek yang diikutkan dalam kompetisi Alumni Engagement and Innovation Fund 2013. Kompetisi tersebut dihelat US Department of State.
Ada 800-an proposal dari alumni pendidikan Amerika di seluruh dunia.
Tak disangka, PlayPlus yang sejak awal memilih tema mengangkat pelestarian permainan tradisional keluar sebagai pemenang. Mereka mendapatkan dana hibah USD 25 ribu.
Dana tersebut lantas digunakan untuk mengadakan berbagai kegiatan di sejumlah wilayah di Indonesia. Mulai workshop, penyelenggaraan festival, hingga pembuatan 1.000 buku Ensiklopedia Permainan Tradisional Anak Indonesia.
”Ada juga video tutorialnya. Semuanya kami distribusikan ke seluruh Indonesia secara cuma-cuma,” ujar Bernando yang kini menempuh studi di Universitas Selcuk, Turki, itu.
Lantaran dana hibah telah habis, kini banyak anggota PlayPlus yang menggunakan dana pribadi untuk keberlangsungan kegiatan komunitas. ”Kita bantingan kalau mau adakan kegiatan. Pokoknya harus terus berjalan,” ujarnya.