Perppu Hukuman Pemerkosa Anak Segera Ditetapkan

Adanya catatan yang diberikan DPR tidak menyurutkan optimisme pemerintah akan lolosnya perppu kebiri ke paripurna. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyampaikan, sudah ada kerja sama dari semua pihak untuk mengundangkan perppu tersebut.

Seluruhnya pun setuju ada pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual anak. ”Meski memberikan catatan, semua fraksi sudah menyampaikan tanggapan dan semua setuju melanjutkan pembahasan sampai perancangan UU di paripurna,” tuturnya.

Optimisme serupa diungkapkan Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa. Khofifah menuturkan, sejatinya draf turunan perppu sudah dibahas kementerian/lembaga terkait. ”Kalau terkait rehabilitasi, sejatinya sudah dilakukan. Rehabilitasi sosial ini tidak hanya menyangkut korban, tapi juga keluarga dan pelaku. Bagi korban, sudah dilakukan di 30 titik di rumah perlindungan sosial anak,” ujarnya.

Untuk pelaku, rehabilitasi dilakukan di lapas. Yang didiskusikan dengan Dirjen lapas saat ini justru terkait penanganan pelaku anak.

Deputi Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Sujatmiko yakin polemik seputar hukuman tambahan tersebut tidak akan seramai sebelumnya. Misalnya, soal siapa yang menjadi eksekutor kebiri kimia. Kemenko PMK sudah berbicara langsung dengan para androlog dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk mencari titik temu mengenai masalah itu.

IDI secara tegas tidak ingin menjadi eksekutor kebiri kimia. Sebab, mengebiri itu dianggap menyakiti pasien. Hal tersebut melanggar sumpah dokter yang semestinya bisa menyembuhkan orang. ”Kami sudah sampai pada titik terang bahwa menyuntik itu dianggap sebagai merehabilitasi, bukan menghukum. Karena penjahat seksual itu dianggap orang yang sakit kejiwaan,” kata Sujatmiko.

Namun, pemerintah pun sudah siap-siap bila dokter masih enggan secara langsung menjadi eksekutor. Masih banyak pilihan sebagai eksekutor kebiri kimia itu. ”Kalau ngotot tidak mau, pemerintah dengan kewenangannya bisa memaksa,” ujar dia. ”Jika dokter tidak mau, perawat pun bisa. Mereka kan biasa menyuntik KB,” imbuh dia.

Wakil Ketua Umum PB IDI dr Daeng Muhammad Faqih menuturkan, mereka juga ingin memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR agar pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual tersebut berjalan efektif, tepat sasaran, dan membuat jera. Sebab, eksekusi hukuman pemberatan dan tambahan itu tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. ”Biayanya untuk yang suntik kebiri itu bisa sampai Rp 1 juta lebih. Padahal, sebulan sekali,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan