Berawal dari keberhasilan menjadikan anaknya penghafal Alquran di usia yang belum genap 8 tahun, metode Sarmini lantas banyak diminati dan diadopsi di berbagai penjuru negeri. Dia mengajar dengan cara talqin: dibacakan, kemudian siswa diminta menirukan.
KHAFIDLUL ULUM, Jakarta
—
DI rumah dua lantai itu, tak ada pekerjaan rumah yang tak beres. Mulai bersih-bersih, mencuci, sampai memasak. Masing-masing ada yang mengerjakan. Tanpa berusaha melemparkannya ke teman. Bukan semata karena penghuninya banyak, sekitar 40 santri putri. Tapi karena kedisiplinan dan tanggung jawab itu ditanamkan.
Misalnya yang terlihat Senin dua pekan lalu (13/6) itu. Para santri dengan terampil mengerjakan rangkaian dari memasak
Di antaranya memotong sayur, membersihkan bawang, atau menggoreng. ”Jadi, kami tak hanya mengajarkan hafalan Alquran di sini, tapi juga life skill,” kata Sarmini.
Mereka merupakan para santri Sarmini, pendiri Markaz Quran Utrujah. Ada tiga rumah di lokasi padat penduduk itu yang digunakan sejak 2013. Rumah dua lantai tadi untuk asrama santri. Dua rumah lainnya untuk tempat tinggal Sarmini, para ustadah, dan pemilik rumah. Penamaan Markaz Quran Utrujah juga berbarengan dengan pindahnya Sarmini ke Kampung Rambutan. Utrujah diambil dari salah satu hadis Nabi SAW, yaitu jenis buah yang enak rasanya dan harum baunya.
Nama Sarmini mulai dikenal sebagai pencetak hafiz dan hafizah atau penghafal Alquran jauh sebelum Markaz Quran Utrujah berdiri. Persisnya ketika dia masih tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur, bersama sang suami Hari Susanto dan anak-anaknya serta mengajar di Ma’had Umar bin Khattab Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Mulai tinggal di Kota Petis itu pada 2010, sekitar setahun berselang, anak pertamanya, Saudah Tsabitah yang baru berusia 7,8 tahun, berhasil menghafal 30 juz. ”Saya selalu membacakannya Alquran sejak dia lahir,” kata perempuan kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, pada 28 Agustus 1975 itu.
Saudah lahir di Sudan pada 2004 ketika Sarmini berkuliah S-2 jurusan pengajaran bahasa Arab untuk orang asing atau non-Arab di Khartoum International Institute of Arabic Language. Begitu pula anak keduanya, Atikah Madaniya, saat Sarmini melanjutkan pendidikan ke jenjang S-3 di perguruan tinggi yang sama.