Saut mencontohkan, selama ini kapal pengangkut barang dari Australia yang akan menuju ke Jawa, harus berputar dulu melalui Pelabuhan di Singapura. Setelah itu, dari Singapura baru masuk ke Tanjung Priok Jakarta atau Tanjung Perak Surabaya. ”Nanti, sebagian kapal dari Australia itu harus bisa ditarik misalnya ke Sorong (Papua Barat) dulu, baru berlayar ke Jawa,” ucapnya.
Menurut Saut, intervensi kebijakan perdagangan internasional juga bisa menjadi strategi pengembangan ekonomi daerah di wilayah Timur. Misalnya, sapi dari Australia bisa digemukkan dulu di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebelum dikirim ke Jawa. ”Dengan begitu, industri peternakan sapi, maupun turunannya seperti industri pakan ternak, bisa berkembang di sana,” sebutnya.
Upaya menjadikan Indonesia Timur sebagai pintu perdagangan internasional, sebenarnya sudah dirintis sejak 2012 seiring keluarnya Peraturan Presiden Nomor 26/2012. Aturan itu salah satunya menetapkan Bitung (Sulawesi Utara) sebagai pusat pelabuhan internasional untuk perniagaan yang melintasi Samudera Pasifik.
Langkah itu sekaligus merespons pergeseran kekuatan ekonomi dunia, dari yang dulunya berada di barat, khususnya Eropa melintasi Samudera Atlantik. Namun dalam beberapa dasawarsa terakhir, negara-negara di sepanjang Samudera Pasifik yang dimotori Jepang, lalu diikuti Korea Selatan, serta Tiongkok, menjelma jadi kekuatan ekonomi baru dunia. Di bagian pasifik lainnya, negara di Amerika Latin juga mulai menggeliat, mengikuti negara yang sudah maju seperti Kanada dan Amerika Serikat (AS).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyebut, Bitung bisa menjadi simpul perdagangan internasional untuk wilayah Sulawesi, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), maupun Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, serta Kalimantan Utara. ”Wilayah ini sangat strategis dalam konteks kerjasama ekonomi Asean,” ujarnya.
Namun, upaya menjadikan Indonesia Timur sebagai pintu masuk perdagangan internasional sejak 2012 belum menunjukkan hasil. Sebab, prasyarat menuju target itu memang belum dikembangkan dengan baik. Misalnya, pelabuhan yang memadai, kapal yang melayani trayek secara reguler, serta infrastruktur pendukung lainnya. ”Di sinilah peran strategis tol laut sebagai pilar transportasi,” ujar Teten.