bandungekspres.co.id – Genderang untuk terus menerangi Indonesia Timur terus ditabuh pemerintah. Kemarin, Menteri ESDM Sudirman Said meluncurkan program Indonesia Terang untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 85 persen menjadi 97 persen pada 2019. Untuk tahap awal, 6 provinsi Indonesia Timur akan diikat menjadi satu wilayah kerja.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, ada 12.659 desa tertinggal yang belum merasakan listrik dari PLN. Kalau pun ada, biasanya menggunakan genset. Malah, dari jumlah tersebut ada 2.519 desa yang terlistriki sama sekali. ’’Di sana, ada sekitar 9 juta jiwa yang butuh aliran listrik,’’ ujarnya.
Enam provinsi yang menjadi prioritas itu adalah, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, Pulau Papua diakui medan yang paling terjal untuk dilalui. Kondisi demografis membuat 18 kabupaten sama sekali belum tersentuh listrik.
’’Tahun ini programnya dimulai. Targetnya, menerangi 10.300 desa sampai 2019 di Indonesia Timur,’’ imbuh Sudirman. Dia menyadari, menerangi kawasan timur bukan perkara mudah. Yang sudah diidentifikasi kementerian, masalah itu ada dari sarana dan prasarana moda transportasi, lantas populasi penduduk yang sedikit.
Dua hal itu disebutnya membuat pembangunan jaringan listrik menjadi sangat mahal. Tidak ekonomisnya pembangun membuat PLN menjadi rugi kalau terus dipaksakan. Itulah kenapa, pemerintah harus ambil alih agar desa-desa terpencil bisa ikut merasakan listrik.
’’Nanti akan diselesaikan melalui Energi Bari Terbarukan (EBT), karena itu yang paling memungkinkan,’’ tuturnya. Strategi untuk memuluskan program itu, melalui pemanfaatan energi setempat yang punya kaitan dengan EBT. Misalnya, tenaga surya, air, angin sampai arus laut.
Dia optimistis, dalam lima tahun ke depan EBT bisa menyelesaikan masalah. Alasannya, memanfaatkan energi setempat berarti tidak perlu menunggu jaringan listrik dari pusat. Jadi, pembangkit dan transmisi bisa dibangun secara local atau off-grid.
’’Untuk bisa mempercepat, polanya harus diubah. Tidak lagi selalu dari pusat,’’ tegasnya. Apalagi, Indonesia punya potensi EBT sampai 300 ribu MW. Namun, pemanfaatannya saat ini masih terlalu minim. Hanya tiga persen saja. Tapi, itu dimaklumi karena harga teknologi EBT yang kelewat mahal.