Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil menambahkan, kondisi perekonomian sepanjang 2015 memang berat dan penuh tantangan. Namun, Indonesia bisa melalui dengan cukup baik. ”Yang paling penting, pertumbuhan 2015 itu bottom out (titik paling rendah), jadi ke depan lebih baik,” sebutnya.
Hal menggembirakan lain, kata Sofyan, adalah sentimen positif yang makin kuat menempel di benak investor bahwa iklim investasi di Indonesia terus membaik. Dia menyebut, deregulasi, perbaikan layanan perizinan, hingga insentif yang dikemas dalam paket kebijakan ekonomi, sudah mulai dirasakan manfaatnya. ”Sekarang, optimisme investor sangat tinggi,” ujarnya.
Proyeksi pemerintah tersebut pun tidak jauh meleset dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS). Kemarin, BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 mencapai 4,79 persen. Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang terendah sejak enam tahun terakhir. Kepala BPS Suryamin mengakui pertumbuhan ekonomi tahun ini tergolong lambat sejak 2010 silam. ”Ya memang (terendah) sejak 2010,” ujar Suryamin, di Gedung BPS, kemarin.
Suryamin menguraikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah melambat sejak awal 2015. Namun, pada kuartal akhir tahun lalu, pertumbuhan mulai melaju kencang. Pihaknya mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2015 mencapai 5,04 persen. Angka pertumbuhan tersebut di luar prediksi banyak pihak, termasuk pemerintah. Sebab, angka pertumbuhan tersebut melonjak dari 4,74 persen di kuartal III-2015 menjadi 5,04 persen di kuartal terakhir.
Menurut Suryamin, sumber utama penopang Produk Domestik Bruto (PDB) tahun lalu adalah belanja pemerintah yang tumbuh signifikan. Di antaranya, belanja barang, gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan belanja modal. Pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh 7,31 persen. Realisasi belanja pemerintah tersebut melonjak drastis dari kuartal IV tahun sebelumnya.
Faktor penopang lainnya, berasal dari pengeluaran konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) yang sebesar ?8,32 persen. Pertumbuhan ini dikontribusi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang berlangsung pada akhir tahun. Penyelenggaraan pilkada tersebut memicu aliran belanja terkait kampanye. Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga melonjak, karena pemerintah mengeluarkan anggaran besar untuk barang modal seperti jalan tol, jembatan dan lainnya.
Sementara itu, merosotnya harga minyak dunia di respon PT Pertamina (Persero) dengan menurunkan harga dua bahan bakar minyak (BBM). Yakni, pertamax dari Rp 8.350 menjadi Rp 8.150 per liter dan pertalite yang sebelumnya Rp 7.800 sekarang Rp 7.600 per liter. Harga baru berlaku sejak Jumat (5/2).