[tie_list type=”minus”]Proyek Kereta Cepat Minta Diperlancar selama Pengerjaan[/tie_list]
bandungekspres.co.id– Ribut-ribut seputar perekrutan tenaga kerja asing untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung coba diredam oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Dirut PT KCIC Hanggoro Budi Wiryawan berjanji tidak akan membawa pekerja asal Tiongkok selama pengerjaan proyek kereta dengan teknologi terbaru tersebut.
Hanggoro mengatakan, peluang perekrutan tenaga kerja lokal akan jauh lebih besar. Sebab, pihaknya hanya menggunakan beberapa tenaga expert asal Tiongkok untuk proyek high speed train (HST) ini. ”Tidak kita izinkan China bawa buruh, tapi hanya expert,” kata Hanggoro dalam temu media di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin (4/2).
Untuk level ahli ini pun, lanjut dia, banyak pula tenaga lokal yang dimasukkan. PT KCIC berencana memberikan kesempatan bagi tenaga kerja lokal untuk mengikuti magang di negara pimpinan Xi Jinping itu. Harapannya, mereka kelak bisa menjadi tenaga profesional di bidang kereta cepat tersebut. ”Jadi bukan pelatihan seminggu, dua minggu. Tapi benar-benar magang. Kita sekolahin bila perlu,” tutur mantan Direktur Pengembangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu.
Dari analisis PT KCIC, penyerapan tenaga kerja lokal dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini tidak main-main. Pada pengerjaan awal, yakni masa konstruksi, diperkirakan menyerap sekitar 39 ribu pekerja. Masa konstruksi atau pembangunan ini berlangsung selama tiga tahun.
Dia melanjutkan, setelah periode konstruksi rampung, masih ada penyerapan tenaga lokal kembali. Yakni, pada periode transit oriented development (TOD) konstruksi, dengan penyerapan sekitar 20 ribu tenaga kerja. Lama konsesi 15 tahun. Kemudian diteruskan untuk penyerapan saat operasional TOD. Diperkirakan, 28 ribu tenaga lokal bisa terserap dalam periode ini. ”Bisa sampai 25 tahun konsesinya. Dan untuk TOD ini, konsesinya bisa diperpanjang. Artinya, (kontrak) tenaga kerja lokal bisa diperpanjang,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Hanggoro turut bercerita soal perjuangannya yang tidak mudah dalam merealisasikan proyek USD 5,5 miliar itu. Selain soal persyaratan yang harus dilengkapi, ada pula polemik-polemik lain yang terus berkembang.
”Kami mohon, kami berharap, kalau memang swasta mau didorong untuk investasi membantu pemerintah, tolong berikan fasilitas yang wajar. Kami tidak meminta yang berlebihan,” tuturnya.