Polisi Tunda Penetapan Tersangka Kasus Kopi Beracun

Tinggal Mantapkan Bukti Telak

bandungekspres.co.id– Kemarin (27/1), tepat tiga minggu kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin, 27, di Kafe Olivier, Grand Indonesia (GI), Jakarta, disidik polisi. Namun, dalam rentang waktu cukup panjang itu, polisi belum kunjung merilis nama tersangka

Polisi terkesan sangat berhati-hati dengan menyiapkan bukti dan keterangan saksi secermat-cermatnya agar kasus tidak gugur di pengadilan. Kemarin penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara dengan Kejati DKI Jakarta untuk memastikan bahwa Mirna tewas diracun sianida yang dicampur dengan es kopi Vietnam.

Dalam ekspose kasus selama lima jam tersebut, polisi juga membawa SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan). Itu berarti polisi sudah yakin ada unsur pidana dalam kasus tersebut dan juga yakin sudah ada tersangka. Namun, tetap saja, ketika gelar perkara usai, kejati maupun penyidik sepakat untuk menunda penetapan tersangka.

”Sudah diuraikan secara gamblang (oleh polisi, Red). Alat-alat bukti ada dan sebenarnya kami juga sudah yakin. Tapi, lihat ada saatnya nanti,” ujar Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) Kejati DKI Jakarta Muhammad Nasrun di Kejati DKI kemarin. Nasrun mengatakan bahwa pihaknya menginginkan adanya tambahan dari sejumlah saksi ahli.

Di bagian lain, Direskrimum Polda Metro Jaya Kombespol Krishna Murti menjelaskan, pihak kejaksaan sebenarnya sudah yakin dengan bukti dan saksi. ”Tapi, saya maupun kejaksaan sama-sama mengantisipasi jika di proses pengadilan nanti ada hal yang harus dilengkapi lagi,” imbuhnya.

Krishna mengakui bahwa ada sejumlah celah dalam berkas perkara yang dibawanya. Kekurangan tersebut adalah keterangan saksi ahli. ”Sebenarnya, kami sudah memeriksa banyak saksi ahli. Di antaranya adalah ahli psikologi forensik, ahli forensik, sosiolog forensik, ahli bahasa, dan ahli gerak tubuh,” papar Krishna. Hanya, dia menolak menjelaskan lebih lanjut apa saja kekurangan dalam berkas tubuh.

Sumber Jawa Pos (induk Bandung Ekspres) di kepolisian menyebutkan bahwa dalam gelar perkara itu, salah satu kekurangan adalah bukti telak. ”Misalnya rekaman CCTV saat pelaku membubuhkan racun,” ungkapnya. Tapi, imbuh sumber tersebut, dalam kasus peracunan, memang sangat jarang pelaku mengakui perbuatannya. ”Kasus peracunan adalah kasus di mana pembuktiannya ada­lah pembuktian ilmiah. Sejak awal kami sudah tak berharap ada pengakuan tersangka,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan