Waspadai Rendahnya Harga Minyak Mentah

bandungekspres.co.id– Pemerintah dan masyarakat diminta menyikapi dengan bijak dan waspada terkait penurunan harga minyak mentah (crude oil) yang sangat tajam belakangan ini. ”Fluktuasi harga minyak di beberapa negara malah disikapi dengan sejumlah kebijakan seperti penerapan harga flat dalam jangka waktu tertentu. Harga ditentukan dalam periodisasi tertentu, bisa tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun sebagaimana terjadi di beberapa negara Eropa,” ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean kepada wartawan.

Bahkan, lanjut dia, di Arab Saudi, saat harga minyak dunia sedang turun sekarang ini, mereka malah menaikkan harga BBM sebesar 50 persen. ”Kenaikan harga BBM di Saudi lantaran negara tersebut mengalami defisit setelah menyubsidi minyak secara besar-besaran,” kata Ferdinand.

Dia menambahkan, sebagai negara importir minyak dan ongkos produksi minyak di Indonesia yang relatif mahal, tidak ada salahnya jika menerapkan harga flat tersebut dan tidak buru-buru menurunkan harga BBM. ”Apalagi Pertamina pasti juga mengalami suffer sebagaimana perusahaan migas dunia lain. Jika penurunan harga BBM sesuai harga minyak dunia, Pertamina akan terkena pukulan ganda dan dengan perannya sebagai pemasok BBM di dalam negeri, tentu sangat tidak bagus bagi ketahanan energi nasional. Yang terpenting adalah bagaimana pemerintah dan Pertamina dapat menjelaskan situasi ini,” jelasnya.

Penurunan harga minyak dunia memang telah berimbas kepada kinerja perusahaan minyak dunia. Dari berbagai data, penurunan harga minyak yang mencapai 70 persen dalam 18 bulan terakhir, mengakibatkan kinerja perusahaan migas dunia rata-rata merosot 40-70 persen. Akibatnya, beberapa perusahaan dunia juga melakukan pemutusan hubungan kerja dan juga pemangkasan anggaran untuk tahun ini.

Tidak kurang 200 ribu pekerja migas dan jasa penunjang migas di seluruh dunia harus kehilangan pekerjaan. Di antara perusahaan migas dunia yang merumahkan karyawannya antara lain Schlumberger sebanyak 20 ribu orang, Halliburton 18 ribu orang, Weatherford International 14 ribu orang, Baker Hughes 13 ribu orang, Royal Dutch Shell tujuh ribu orang, Chevron tujuh ribu orang, BP empat ribu orang, Shell 2.800 orang, ConocoPhilips dua ribu orang, dan Southwestern Energy 1.100 orang. Selain itu, beberapa perusahaan melakukan penundaan dan pengurangan investasi secara signifikan. Jika pada 2015 realisasi investasi mencapai USD 595 miliar menjadi hanya USD 522 miliar tahun ini. (adn/lum/fik)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan