Proyek HSR Mengancam

Seperti diketahui, kereta cepat Jakarta-Bandung akan memiliki lintasan sepanjang 140,9 km. Anggaran untuk kereta cepat ini dibiayai secara mandiri oleh konsorsium BUMN Indonesia dan konsorsium China Railways dengan skema business to business. Konsorsium BUMN tersebut antara lain PT Wijaya Karya (Persero), PT Jasa Marga (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII berkolaborasi dengan konsorsium China yang mendirikan perusahaan patungan dengan nama PT KCIC. Kereta cepat ini menghubungkan empat stasiun antara Halim, Karawang, Walini (KBB), dan Tegalluar (tidak jauh dari kawasan Gedebage). Pengoperasian kereta cepat ini membutuhkan pasokan listrik sekitar 75-100 megawatt. Untuk itu, rencananya KCIC bekerjasama dengan PT PLN (Persero) dan direncanakan dalam jangka panjang akan membangun power plant sendiri untuk memastikan tidak ada gangguan pasokan listrik saat kereta beroperasi.

Sementara itu, mantan Ketua DPR Marzuki Alie mengusulkan agar BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengaudit rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Itu dilakukan untuk menindaklanjuti pro-kontra terkait dengan proyek yang dikerjakan konsorsium BUMN Indonesia dan Tiongkok tersebut.

Audit, lanjut politikus Partai Demokrat itu, terutama difokuskan pada kelayakan proyek dari sisi investasi. Termasuk, potensi untung tidaknya proyek tersebut ke depannya.

”Sekali lagi, sebelum telanjur dianggap merugikan keuangan negara, kalau memang tidak memungkinkan memberikan keuntungan, nanti proyek itu bisa distop,” imbuhnya.

Sebagai bagian dari keuangan negara, menurut dia, BPK berhak mengaudit proyek yang baru saja di-groundbreaking Presiden Jokowi tersebut. Apalagi, dana BUMN yang dilibatkan dalam proyek itu tidak sedikit.

Dia menambahkan, kalau nanti hasil audit menyatakan bahwa proyek tersebut memang tidak layak, dana BUMN yang ada bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur di daerah. ”Masih banyak daerah yang butuh pembangunan infrastruktur. Faktanya, dana kita kurang, APBN defisit, di sini BUMN bisa diberdayakan,” beber Marzuki.

Hal senada diungkapkan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Menurut dia, proyek itu berisiko menimbulkan kerugian besar bagi empat BUMN yang terlibat dalam konsorsium. Sebab, mereka harus membiayai proyek senilai USD 5,5 miliar atau Rp 74 triliun.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan