Lalu, ada tim kedua yang terdiri dari tujuh orang, yakni AF alias H Alias AJ, SF alias C alias MM, S alias ATM alias A, B alias AM alias BB, WFB alias U alias AU dan terakhir MFS alias F. Tim Kedua ini tidak melakukan aksi teror di Plaza Sarinah, namun berencana melakukan aksi teror di tempat yang lainnya.
”Saat ditangkap itu, mereka sedang menghimpun kekuatan untuk bisa melakukan aksi teror. Salah satunya dengan berupaya mendapatkan senjata, makanya ada Sembilan senjata yang mereka miliki. Saat itu ditangkap mereka belum memiliki amunisi,’ ungkapnya.
Kelompok kedua ini tidak hanya menyiapkan aksi teror, namun juga berencana untuk memperkuat posisi Kelompok Teroso Santoso cs. Mereka berkomunikasi dan ingin bergabung dengan kelompok yang telah bertahun-tahun di kejar di Poso tersebut. ”Kami masih menelusuri dukungan seperti apa yang akan diberikan pada Santoso cs,” tegasnya.
Terakhir, ada lima napi kasus teror yang ternyata juga terhubung dengan tim teror kedua. Lima napi ini juga telah menjadi tersangka karena membantu mengadakan senjata yang dilakukan tim teror kedua. ”Mereka masih diperiksa dan ada sebagian yang dikembalikan ke penjara. Tapi, persidangan akan dilakukan untuk pidana yang satu ini,” paparnya.
Apakah masih ada tim teror lain yang berkeliaran? Badrodin mengakui masih ada kelompok teror lainnya yang dikejar. Namun, semua belum bisa diungkapkan. ”ada orang yang terhubung kelompok satu dan dua masih bebas, tapi ada juga kelompok diluar keduanya yang juga masih bebas,” tuturnya.
Sementara Wakapolri Komjen Budi Gunawan menjelaskan, ada dua pilihan dalam revisi UU antiterorisme, yakni perluasan lingkup pidana dan perluasan lingkup pencegahan, serta deradikalisasi. ”Yang pasti, siapa yang berbuat apa dan yang bertanggungjawab menjadi jelas. Lembaga yang mencegah dan menindak menjadi lebih jelas,” paparnya.
Salah satunya, revisi paling penting adalah soal pencucian otak dan juga ajakan-ajakan untuk bergabung dengan ISIS yang beredar di media sosial. Ajakan untuk bergabung dengan ISIS itu diharapkan bisa dipidana dengan revisi UU tersebut. ”Untuk pencegahan tentu ada perluasan waktu penahanan,’’ tuturnya.