“Kami justru sering mewanti-wanti kepada siswa supaya jangan terpengaruh dengan kegiatan atau ajakan yang tidak jelas. Baik melalui media sosial, maupun melalui ajakan secara langsung,” tandasnya.
Kepala SMKN 1 Adiwerna Parman juga mengungkapkan kekagetannya. Parma bahkan baru tahu kabar itu dari awak media yang mendatangi sekolah tersebut. “Kalau kalian (wartawan) tidak ke sini, ya saya tidak tahu kalau alumni sekolah ini menjadi salah satu pelaku bom Sarinah,” ujarnya.
Jika di lingkungan bekas sekolahnya tergolong siswa rajin dan pintar, tapi di lingkungan tetangga-tetangganya di RT 03 RW VIII Desa Pegirikan, Dian dikenal tertutup dan tak pernah bersosialisasi dengan warga sejak bekerja di Kalimantan. Dian bekerja di Kalimantan sejak lulus dari SMKN 1 Adiwerna pada 2008 lalu. Pihak keluarga tidak ada yang mengetahui jika anak ketiga dari empat bersaudara itu pergi ke Jakarta dan diketahui terlibat serangan bom di kawasan Sarinah.
“Kami tahunya hanya kerja di Kalimantan, tidak tahu kalau ternyata berada di Jakarta,” kata Paman Dian, Rustono, 50, yang rumahnya bersebelahan dengan orangtua Dian.
Sementara, kedua orang tua Dian dikenal warga berperilaku biasa-biasa saja. Keduanya sehari-hari bekerja sebagai petani dan pedagang. “Kalau orang tuanya sama warga bersosialiasi seperti warga lainnya,” imbuh Rustono.
Seperti diketahui, serangan teroris di Jalan MH Thamrin, kawasan Sarinah, Jakarta Pusat menewaskan lima orang dan melukai puluhan warga lainnya. Empat di antaranya adalah pelaku serangan. Berdasarkan hasil identifikasi sidik jari yang dilakukan kepolisian, identitas salah satu pelaku yang tewas dipastikan adalah Dian Juni Kurniadi. Dari keterangan polisi, Dian tewas akibat bom yang diledakkan di dekat pos polisi. (yer/tam)