Saat ini produser dan pengusaha bioskop lainnya kesulitan bergerak. ”Ini sudah ada dari zaman Orba sampai sekarang dan bibitnya sudah kuat. Pemerintah tahu, tapi seolah menutup mata dan telinga,” ungkap anak ketiga di antara tujuh bersaudara itu.
Kebijakan yang awalnya untuk proteksi tersebut malah berakhir sebagai bumerang bagi industri film Indonesia. Di sisi lain, industri film di negara-negara yang tidak menerapkan kebijakan itu malah berkembang pesat. Raam mencontohkan India dan Thailand.
Raam yang terjun ke bisnis jaringan bioskop dengan brand Platinum Cineplex merasakan sendiri bagaimana tidak mudahnya menuju angka ideal jumlah gedung bioskop. Tidak ingin ikut bersaing dengan pemain besar di perkotaan, Raam meneguhkan niatnya untuk memperluas jangkauan film-film hingga ke daerah. ”Kami mulai dari kota kecil yang sebelumnya tidak punya bioskop seperti Sidoarjo dan Magelang,” ungkap dia.
Kendati secara jumlah belum terasa kontribusinya terhadap penambahan jumlah bioskop di Indonesia, Raam tidak patah arang. Dia yakin upayanya untuk memperluas distribusi film akan membuahkan hasil. Yang terpenting, niat awalnya untuk menjangkau daerah sudah dia lakukan.
Industri pertelevisian pun ternyata tidak luput dari praktik penguasaan oleh sedikit kelompok usaha. Padahal, lagi-lagi, ada peraturan yang pada mulanya diterbitkan untuk menghindari terjadinya praktik seperti itu. Raam menjelaskan, pemerintah punya aturan bahwa stasiun televisi hanya boleh memproduksi kebutuhan programnya sebanyak 30 persen. Sisanya dikerjakan rumah produksi.
Jika dilihat sepintas, kondisinya memang sudah sesuai dengan peraturan. Namun, saat diperdalam, tetap saja yang terjadi adalah penguasaan oleh satu kelompok usaha tertentu. Stasiun-stasiun televisi berlomba membentuk anak perusahaan berupa rumah produksi yang bertugas membuat program-program untuk stasiun televisi itu. Pasar rumah produksi pun semakin sempit. Belum lagi tren beberapa stasiun televisi dimiliki satu holding company. ”Pemerintah tahu semua itu, tapi seolah tutup mata. Kapan majunya?” cetus kakek satu cucu tersebut.
Melihat kondisi industri yang menjadi passion-nya sejak dulu itu sekarang, Raam tidak bisa diam begitu saja. Bukan sekali dua kali Raam mencoba berkomunikasi dengan pemerintah untuk membantu para pelaku industri film dan televisi agar berkembang. Namun, hasilnya tetap saja nihil. Selain adanya peraturan yang malah mengerdilkan industri itu, pemerintah terkesan mengesampingkan industri tersebut.