BANDUNG WETAN – Gagasan Google untuk membuat balon pintar Loon penyebar koneksi Internet disambut dengan baik oleh Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB.
Menurut salah satu tenant LPIK ITB, yaitu dari Founder PT Insitek, Hagorly, pihaknya telah menguji beberapa wilayah di Jawa Barat dalam pengembangan balon Loon. Wilayah tersebut memiliki infrastruktur yang bagus akan tetapi memiliki akses internet yang cukup buruk.
”Kami mengambil sampel di Kabupaten Cianjur, Subang, Majalengka dan Garut. Ternyata wilayah tersebut memiliki akses internet yang cukup jelek,” ucapnya kepada Bandung Ekspres di Gedung LPIK ITB, kemarin (8/1).
Dari sampel itu, pihaknya baru membuat balon Loon dengan cakupan luas kurang lebih 2 x 2 kilometer. Luasnya hanya bisa mencakup untuk sebuah konser musik atau seluas lapangan sepak bola dengan ketinggian balon Loon sekitar 25-50 kilometer. Untuk itu pihaknya masing melakukan pengembangan step by step agar balon Loon tersebut bisa mencakup Kota/Kabupaten.
Diakui, cakupan kota/kabupaten membutuhkan penelitian lebih lanjut. Salah satunya, bahan agar balon Loon tersebut tetap bisa terbang dan tidak pecah. Saat ini, agar balon tidak pecah saat mengudara pihaknya menggunakan bahan polimer.
”Kita menggunakan gas hidrogen dan helium untuk menjaga ketinggian,” katanya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, pengembangan balon Loon dianggap sebagai langkah untuk melakukan start up digital.
”Untuk mendorong digital ekonomi yang diproyeksikan 2020 mencapai Rp 130 miliar dolar perlu menumbuhkan teknopreneur,” katanya.
Di Indonesia menurutnya setiap tahunnya dibutuhkan sekitar 200 teknopreneur. Bahkan di 2020 dibutuhkan 1.000 orang teknopreneur.
Untuk mendapatkan hal itu, perlu dibutuhkan pelantihan yang terstruktur. ”Tidak hanya sekedar hobi, perlu dilakukan kajian lebih lanjut,” jelasnya.
Dia merinci, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 80-100 miliar untuk itu rencana tersebut. Dia menegaskan, sumber dana tersebut didapat dari berbagai sumber meski dia berharap, para teknopreneur itu berasal dari Indonesia.
Dia menerangkan tumbuhnya teknopreneur kebanyakan tumbuh dari perguruan tinggi. Sehingga di Indonesia ada delapan kampus yang menjadi fokus teknopreneur. Khusus di Bandung, difokuskan di ITB.