Pendeta Sealthiel Izaak, Penyeru Tuhan bagi Tahanan KPK
Bagi Sealthiel Izaak, menyampaikan sabda Tuhan tidak hanya menceritakan apa yang terjadi pada masa lalu. Banyak tahanan yang curhat bahwa mereka jadi korban permainan politik.
DHIMAS GINANJAR, Jakarta
SUATU hari, setelah memberikan pelayanan di KPK, Pendeta Sealthiel Izaak membuka sesi diskusi. Itu biasa dia lakukan karena pelayanan di KPK lebih leluasa dan bisa memakan waktu sampai dua jam.
Salah seorang tahanan tersohor, Otto Cornelis (O.C.) Kaligis, lantas menghampirinya. Banyak yang ditanyakan pengacara terkenal yang tersandung kasus bantuan sosial Pemprov Sumatera Utara itu. Mulai materi khotbah sampai curhat soal perkaranya.
Saat berada di titik nadir, Kaligis mengaku, ada sisi positif saat ditahan KPK. ”Di sini saya menemukan Tuhan,” kata Izaak menirukan ucapan Kaligis.
Pria 66 tahun itu mulai memberikan pelayanan rohani di KPK pada 2010 lewat perantara Yayasan Alika. Menjadi pendeta sejak berusia 30 tahun, pengalaman pelayanannya merentang panjang sejak 1980 di Surabaya.
Menjadi pendeta yang melayani tahanan, menurut Izaak, gampang-gampang susah. Dia harus pintar mencari tema khotbah yang tidak menghakimi dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kalau itu bisa dilakukan, tahanan akan terbuka.
Seperti saat bertemu dengan O.C. Kaligis beberapa waktu lalu. Dia memilih Lukas 8 ayat 22 tentang angin ribut yang diredakan meski sebelumnya sudah menyiapkan bahasan lain.
Kisah tentang Yesus dan pengikutnya yang naik perahu, tiba-tiba ada gelombang besar, dan membuat semuanya takut itu dikaitkan dengan kondisi saat ini. Dia mengungkapkan, kehidupan manusia mirip dengan itu. Air laut yang tenang bisa membuat perjalanan lancar, tapi tiba-tiba bisa muncul gelombang.
”Kata yang saya tekankan sekonyong-konyong. Ada persoalan yang sama sekali tidak bisa diprediksi,” jelas suami Zelma Aurelya Izrah Pudihap itu di kediamannya Senin lalu (21/12).
Bagi dia, menyampaikan sabda Tuhan bukan cuma menceritakan apa yang terjadi pada masa lalu. Perlu relevansi kekinian supaya khotbah dihayati