Beban Pembangunan Pembangkit Bisa Dikurangi

bandungekspres.co.id– Batalnya pemberian penyertaan modal negara (PMN) terhadap PT PLN (Persero) bisa berdampak ke mana-mana. Salah satunya beban yang diberikan pemerintah terhadap BUMN listrik itu. Kalau sebelumnya diminta membangun pembangkit 10 ribu mw, peluang PLN untuk menurunkan beban tersebut terbuka.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman menyatakan, tugas PLN bertumpuk. Selain menggarap pembangkit di proyek 35 ribu mw, PLN harus menyediakan transmisi. Beban bertambah karena PLN harus membayar utang pembangunan pembangkit dari fast track program (FTP) 1 yang molor.

Beban yang besar dan tidak adanya PMN membuat kinerja PLN makin berat. Karena itu, penting bagi kementerian untuk melihat kemampuan finansial PLN sebelum memberikan tugas. ”Pembangkit yang dibangun PLN harus sesuai dengan kemampuannya. Bisa saja di bawah 5 ribu mw,” ujarnya.

Kalau benar dikurangi, jatahnya akan dialihkan ke independent power producer (IPP). Saat ini pengembang listrik swasta tersebut diminta membangun 25 ribu mw. Meski nanti swasta lebih mendominasi kepemilikan pembangkit, menurut Jarman, tidak ada masalah. Sebab, jaringan yang menjadi penentu distribusi tetap milik PLN.

”Yang penting, transmisi harus tetap dipegang negara melalui PLN,” tegasnya. Soal usulan agar PLN konsentrasi pada distribusi dan transmisi, sebelumnya sempat disinggung Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia menyebut PLN lebih baik menjadi perusahaan jasa karena pembangkit terlalu mahal.

Meski demikian, PLN disebut tidak boleh terlalu terbawa suasana PMN. Jadi, PLN tetap harus mencari pendanaan lainnya untuk menyelesaikan berbagai program. Dia yakin Sofyan Basir dan timnya bisa mendapatkan pendanaan karena kondisi perusahaan yang sehat.

Langkah tersebut dibuktikan dengan munculnya kerja sama antara PLN dan tujuh bank untuk membangun PLTU Riau. Kerja sama tersebut bisa menjadi dasar bahwa gagalnya PMN Rp 10 triliun tidak membuat perusahaan sulit mencari investor. ”Kondisi keuangan PLN masih memungkinkan untuk mendapat pinjaman,” tuturnya.

Peluang mendapat pinjaman akan semakin besar setelah perseroan merevaluasi aset. Jarman memperkirakan, revaluasi aset bisa berdampak pada terbukanya penambahan modal sampai Rp 200 triliun. Potensi penambahan modal juga didapat dari rencana pemerintah untuk mengusulkan PMN pada RAPBN-P 2016.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan