Berikutnya, Bali, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, serta Kalimantan Utara yang merupakan wilayah pemekaran dari Kalimantan Timur.
Satu lagi adalah Maluku. Provinsi ini sebenarnya UMP 2015-nya sudah naik 16,6 persen atau lebih tinggi dari 11,4 persen. Namun karena UMP-nya masih di bawah KHL atau hanya 75,09 persen dari KHL, maka pemerintah menetapkan jika persentase kenaikan UMP di Maluku selama empat tahun ke depan harus ditambah 6,25 persen. Sehingga, UMP Maluku pada 2016 nanti bakal naik menjadi 18,9 persen.
Sementara itu, 16 provinsi yang kenaikan UMP 2016 sebesar 11,4 persen nanti lebih rendah dari persentase kenaikan UMP 2015 adalah Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat.
Empat provinsi lainnya yang ada di Jawa, sebenarnya tidak menentukan UMP, melainkan langsung menentukan UM kabupaten/kota, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ), dan Jawa Timur. Namun, jika kenaikan UM di seluruh kabupaten/kota di empat provinsi itu diambil rata-ratanya, maka angka kenaikannya cukup tinggi. Misalnya, Jawa Barat 16,6 persen, Jawa Tengah 14,9 persen, Jogjakarta 16,6 persen, dan Jawa Timur 16,7 persen. Semuanya lebih tinggi dibanding persentase kenaikan UMP yang akan didapat pada 2016 mendatang.
Jika dicermati, di Jawa yang merupakan pusat industri di Indonesia, perbedaan besaran maupun kenaikan UMK di tiap daerah bisa sangat tinggi. Misalnya di Jawa Timur, kenaikan UMK paling tinggi pada 2015 dicatat oleh Kabupaten Mojokerto yang melonjak hingga 31,46 persen. Sedangkan terendah adalah Kabupaten Sampang yang naik 9,97 persen.
Staf Khusus Wakil Presiden bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin menambahkan, penetapan formula UMP ini sekaligus juga bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk meratakan hasil pembangunan. Artinya, jangan sampai pekerja di wilayah tertentu menikmati kenaikan UMP sangat tinggi, sedangkan pekerja di wilayah lain sangat rendah. ”Itu salah satu manfaatnya,” ujarnya.
Terkait kritik dari pihak pekerja karena penggunaan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional yang tidak mencerminkan kondisi riil di daerah, misalnya karena pertumbuhan ekonomi dan inflasi di daerah itu lebih tinggi dari rata-rata nasional, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan jika hal itu juga merupakan bagian dari pemerataan. ”Sebab, ada daerah yang pertumbuhan ekonominya minus, kan kasihan sekali pekerja di situ,” katanya.