Mantan Direktur Pembinaan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama, Ahmad Kartono membeberkan kongkalikong antara Suryadharma Ali (SDA) dengan Komisi VIII DPR dalam pengaturan jatah haji pada 2012. Menurutnya, komisi di DPR yang membidangi keagamaan itu selalu mengajukan puluhan nama ke Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag untuk ditunjuk sebagai petugas penyelenggara ibadah haji (PPIH).
Menurut Kartono, selalu ada permohonan dari Komisi VIII DPR tentang nama-nama untuk diangkat jadi PPIH. Kartono pun mengajukannya ke Anggito Abimanyu selaku Dirjen PHU kala itu.
Setelah itu, Dirjen PHU menemui SDA untuk meminta arahan terkait permintaan Komisi VIII DPR. “Saya dipanggil hari berikutnya. Permohonan Komisi VIII bisa diakomodir dengan catatan anggota hanya diberi (jatah) satu saja. Kalau ketua dan wakil ketua komisi diberi dua,” kata Kartono saat menjadi saksi dalam sidang perkara SDA di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/10).
Menurutnya, permintaan jatah haji setiap tahunnya memang selalu ada. Namun, saat Anggito menjabat Dirjen PHU, permintaan dari Komisi VIII DPR melonjak menjadi 45 orang. Karena itulah Kartono mengaku merasa heran dan langsung menanyakannya kepada Anggito. Jawaban Anggito adalah meminta Kartono meladeni permintaan Komisi VIII DPR.
“Pak Anggito bilang, ini (Komisi VIII) adalah mitra kami. Diterima saja nanti kan saya akan komunikasi dengan Pak Menteri (SDA),” kata dia menirukan ucapan Anggito kala itu.
Kartono menambahkan, para anggota panitia kerja (Panja) Haji di Komisi VIII DPR sempat mengikuti tes sebagai syarat menjadi petugas PPIH. Usulan mengikuti tes itu ada saat Anggito berkomunikasi dengan SDA. Tes itu dilakukan agar anggota bisa mendapatkan jatah lebih dari satu. “Pihak panja DPR enggak mau diberi satu. Si A supaya mereka diikutkan tes saja. Ikut tes, tapi nggak semua lulus,” pungkasnya. (put/JPG)