JAKARTA – Tekanan bertubi-tubi terhadap rupiah akibat isu kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed akhirnya mereda. Imbasnya, rupiah pun mulai menggeliat dan bergerak mendekati level 14.000 per dolar AS (USD).
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengungkapkan, penguatan rupiah dipicu faktor domestik dan global. Faktor globalnya adalah melemahnya data ekonomi AS yang semakin membuat banyak ekonom internasional yakin bahwa kenaikan Fed Fund rate diundur ke tahun depan. Sehingga, pelaku pasar yang memegang USD melakukan cut loss atau jual rugi.
”Selain itu, BI juga membantu mendorong ke arah penguatan rupiah,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Jawa Pos (induk Bandung Ekspres), kemarin (6/10).
Uupaya intervensi BI di pasar keuangan dilakukan dengan mengucurkan cadangan devisa (cadev) agar rupiah tidak terus memburuk. BI mencatat telah menguras cadangan devisa hingga USD 4,55 miliar setara dengan Rp 65,97 triliun. Per 20 September 2015, cadev BI tercatat tersisa USD 103 miliar dari akhir Juli 2015 sebesar USD 107,55 miliar.
Sementara terkait faktor domestik, Mirza menyebut berasal dari data inflasi yang membaik dan cenderung menunjukkan tren penurunan, serta dana Current Account Deficit atau defisit transaksi berjalan yang semakin membaik.
Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin menunjukkan, rupiah ditutup di posisi 14.382 per USD, menguat 222 poin atau 1,52 persen dibanding penutupan Senin (5/9) yang di level 14.604 per USD. Jika dibandingkan dengan posisi terlemah di level 14.728 per USD pada 29 September lalu, berarti rupiah sudah mencatat penguatan hingga 346 poin.
Di pasar spot, rupiah sudah menguat lebih tajam. Sebab, nilai kurs BI hanya mencatat transaksi hingga pukul 9 pagi, sedangkan pasar spot bergerak hingga pukul 16.00. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah kemarin dibuka di level 14.482 per USD, naik 21 poin dibanding penutupan sehari sebelumnya. Setelah itu, rupiah terus menguat sepanjang sesi perdagangan hingga menyentuh level tertinggi pada 14.175 per USD atau menguat 2,2 persen, sebelum akhirnya ditutup di level 14.241 per USD, menguat 262 poin atau 1,81 persen.
Penguatan 2,2 persen yang sempat dicapai rupiah tersebut merupakan rekor penguatan harian terbesar yang dicapai rupiah sejak Mei 2012 lalu. Penguatan ini juga menempatkan rupiah di daftar teratas mata uang yang menguat terhadap USD di kawasan Asia Pasifik. Di kawasan ini, dari 13 mata uang utama, enam di antaranya menguat dan tujuh lainnya melemah.