Dari Data yang Tak Akurat sampai Kepemimpinan Wasit yang Memble

Aksi Syamsul hanya dihadiahi free kick oleh bagi Bali United. Padahal, jelas-jelas saat itu wasit sudah merogoh sakunya hendak mengeluarkan kartu selayaknya sanksi atas aksi diving. Namun lantaran Syamsul sudah terkena kartu kuning sebelumnya dan adanya faktor tekanan tuan rumah, wasit pun urung mengeluarkan kartu kuning kedua untuk mengusir Syamsul dari pertandingan.

Di Makassar, kepemimpinan wasit yang memble juga berujung pada kerusuhan masal usai laga yang memaksa PSM tersingkir dari turnamen. Sementara di Palembang, laga penentuan Sriwijaya FC v Bonek FC terhenti akibat keputusan kontroversial wasit. Soal ini, tentu saja Mahaka berkilah. ’’Semua tim atau sebagian banyak tim mencurigai wasit. Jadi kalau main di Borneo, Persib curigai wasit, kemudian main di mana gitu yang lain juga curiga. Jadi kalau kepercayaan sudah tidak ada, sepak bola kita mau dibawa ke mana?” kilah Hasani Abdulgani, saat memantau laga Bali United v Arema di Gianyar lalu.

Bukannya memperbaiki tata kelola penyelenggaraan turnamen, Hasani justru menebar ancaman. Pihaknya memaksa empat klub yang lolos ke semifinal, yakni Persib Bandung, Arema Cronus, Sriwijaya FC, dan Mitra Kukar harus berkomitmen untuk menaati regulasi. Uang, lagi-lagi jadi senjata utama ancaman. ’’Di babak semifinal dan final, saya ingin klub berkomitmen untuk menghormati wasit. Jika ada kasus serupa dengan laga Sriwijaya kemarin, maka saya ingin uang yang sudah diterima klub selama Piala Presiden dikembalikan, jika klub lolos semifinal, kurang lebih mereka sudah terima dari kita sekitar 900juta,” ancam Hasani. (*/yog)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan