25 September ini Kota Bandung genap berusia 205 tahun. Hal itu berbarengan dengan kepemimpinan Wali Kota Ridwan Kamil dengan Wakil Wali Kota Oded M. Danial, sudah memasuki dua tahun pengabdiannya.
Tidak dipungkiri banyak infrastruktur terbangun. Namun, pada sisi birokrasi saya melihat masih perlu sentuhan lain. ’’Di dalam menjalankan tugas fokok dan fungsinya, birokrat Pemerintah Kota Bandung, masih lemah dalam koordinasi,” kata Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung Drs. Edi Haryadi, M.Si.
Gambaran tersebut, kentara manakala secara seksama memperhatikan kinerja di tataran middle. Egosentris atau apapun sebutannya yang pas. Yang pasti di tubuh birokrasi Pemkot Bandung, masih butuh reformasi.
Meskipun demikian, seperti kata pepatah, ’’tidak ada asap kalau tidak ada api”. Pada bagian ini, politikus Gerindra tersebut, secara terang-terangan sungkan menuduh bahwa itu terjadi akibat kebijakan sistem rotasi mutasi.
Memang ada sisi yang membuat gamang dan ketidakpastian pada jenjang karir PNS di lingkungan Pemkot Bandung. Mencuatnya tudingan kesan suka tidak suka, dalam promosi jabatan, menandakan tidak sehatnya tata kelola manajemen Badan Kepegawaian Daerah (BKD) .
Namun, itu tidak melulu menjadi tanggungjawan yang harus dipikul oleh orang per orang atau lembaga tertentu. ’’Peranan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) sangat menentukan. Walaupun, pada akhirnya mutasi-promosi merupakan hak prerogatif pimpinan,” ujar Edi.
Dia mencontohkan, dalam menampung aspirasi warga di bidang pendidikan Pemkot Bandung, masih bereksperimen dan mencari pola. Padahal, untuk ukuran kota sebesar Bandung, seharusnya sudah terjamin. ’’Pendidikan merupakan cikal bakal perubahan yang berkesinambungan yang akan berdampak juga pada pembangunan,” urainya.
Sementara di bidang hukum, masih terlalu lamban dan etos kerjanya kurang maksimal. Keamanan yang terjadi di kota Bandung, lebih banyak dipengaruhi kultur masyarakat yang prural. Bukan karena peranan pemerintah yang mumpuni. ’’Masyarakat Bandung lebih sadar akan pentingnya kondusifitas kotanya,” ucap Edi.
Pada simfoni harmonisasi politik antara lembaga eksekutif-legislatif, diakuinya, kurang terbangun dengan baik. Yang nampak keluar klise. Pertanyaannya, kenapa demikian? Tidak perlu sulit menjawabnya. Eksekutif kurang mampu merespon perubahan politik yang dikembangkan mitra kerjanya. (edy)